Pages

Jumat, 25 Juli 2008

Totto Chan: Gadis Cilik di jendela By: Soseki Kobayashi


Sebuah buku yang berasal dari kisah nyata penulisnya. Menyentuh dan inspiratif tentang bagaimana memahami anak anak dan dunianya. Anak anak dengan kepolosan dan rasa ingin tahunya, terkadang disalahartikan oleh orang dewasa. Dan perlakuan yang salah dari orang dewasa inilah yang terkadang membuat anak-anak tak bisa berkembang bebas dan menemukan jati diri serta potensinya.

Adalah Soseki Kobayashi, seorang tokoh pendidik dan pemusik yang mendirikan Tomoe Gakuen tempat Totto Chan dan 49 orang anak lainnya bersekolah. Tidak seperti sekolah konvensional, di Tomoe, anak-anak diberi kebebasan, kepercayaan yang memungkinkan mereka untuk tumbuh optimal dan kreatif. Sekolah dan para guru bukanlah musuh anak yang harus ditakuti. Tetapi bisa menjadi sahabat yang memahami dunia mereka. Sebuah buku yang seharusnya dibaca oleh mereka yang mengaku pendidik, pencinta anak dan para orang tua.

Kamis, 24 Juli 2008

Si Misterius Itu

Chapter 1 : Bayanganku

Sore itu, senin, 21 Juli 2008 aku menerima sms dari Amang, katanya dia akan ketemu pengarang novel Rahasia Meede di TIS Pancoran pada jam 9 malam ini. Katanya “mau ikut?? “ Terdorong rasa penasaran akan si pengarang yang karyanya dijadikan bahan bacaan bareng bulan Juni lalu. Akhirnya ku iyakan saja ajakannya.

Sorenya, ketika jam baru menunjukan jam empat sore, aku keluar dari kantor. Satu jam lebih awal dari jam kerja sebenarnya. Tetapi, bodo amat ah, toch gak ada kerjaan lagi. Semua kerjaan sudah kuselesaikan sore itu. Sekeluarnya aku dari gedung berlantai 27 di bilangan gatot subroto itu aku langsung meloncat ke atas buskota metromini 640 jurusan Tanah abang - Pasar minggu. Buskota yang biasanya penuh penumpang berjejalan masih kosong saat itu. Jalan raya pun masih relatif lancar. Aku memang sengaja pulang lebih cepat untuk menghindari kemacetan lalu lintas yang biasanya terjadi selepas pukul lima sore. Maklum, karena waktu itu adalah saatnya kaum pekerja ibukota dibebaskan dari rutinitas harian mereka untuk pulang ke rumah masing-masing.

Sepanjang perjalanan, aku terpikir seperti apa ya, sang pengarang?? Aku yang penggila novel-novel konspirasi sejenis Dan Brown jadi penasaran. Kucoba menebak dan mereka. Kubayangkan wajahnya seperti Dan Brown, atau Tom Hanks yang berperan sebagai Robert Langdon di film The Da Vincy Code. Hahaha.. sebuah khayalan tingkat tinggi. Tetapi satu hal, kurasa si misterius yang membuat penasaran teman-teman di Goodreads adalah orang yang cukup cerdas dan mau bersusah payah mengadakan riset sebagai bahan tulisannya.

Aku sudah membaca kedua karyanya yang telah diterbitkan (Negara Kelima dan Rahasia Meede). Sempat dibuat kaget. Ada juga ya, pengarang Indonesia yang bikin tulisan model begini?? Walaupun tidak murni bisa disebut sebagai novel sejarah (karena ada beberapa hal yang menurut berbagai pihak melenceng dari fakta sejarah), ES Ito, sang pengarang cukup bisa merangkai cerita dengan menghubungkan berbagai peristiwa sejarah yang (entah?? ) sebenarnya terhubung atau tidak. Dan novelnya cukup bisa merangsang kaum buta sejarah seperti saya untuk kembali mau belajar sejarah. Terlepas dari apa yang diuraikannya di novel-novelnya itu benar atau tidak.

Chapter 2: From 5 to 9

Jam lima sore aku sudah sampai di kostan. Kostanku tampak sepi. Maklumlah, teman-temanku blm kembali dari kantornya masing-masing. Aku langsung menjatuhkan diriku ke tempat tidur. Mataku menatap langit-langit yang berwarna putih. Putih, kuning, hijau, coklat, ungu, itulah warna warna yang ada di kamarku. Tembok yang berwarna kuning dipadukan dengan langit-langit putih plus tirai berwarna hijau. Puih..sangat tidak senada. Ditambah lagi dengan seprai tempat tidurku yang berwarna ungu cerah. Benar-benar kamar yang tidak menggunakan konsep keserasian. Tabrak lari.

Mataku berat, tubuhku lelah. Aku ingin tidur, istirahat. Bukan karena aku terlalu sibuk di kantor. Tetapi justru karena aku tidak ada kerjaan di kantor. Seharian di kantor tanpa ada hal berarti yang dilakukan ternyata jauh lebih melelahkan daripada terpaksa harus lembur semalaman. Percaya atau tidak, seharian di kantor yang kulakukan hanyalah ngegame, chatting, browsing, ataupun membaca buku. Membosankan. Membuat kepala dan sekujur tubuh rasanya kram. Aku ingin aktifitas berarti. Aku ingin disibukkan dengan tumpukan pekerjaan. Tapi ini bukan saatnya mengeluh, anggap saja ini adalah masa rehat yang agak lama sebelum kembali memulai ‘kegilaan’ pekerjaan. Jadi nikmati saja.

Walaupun mataku berat, aku tak bisa tidur sekarang. Karena kalau aku sudah tertidur, susah untuk dibangunkan…hohoho. Aku teringat janji nanti malam dengan Amang. Untuk mengisi waktu kuteruskan bacaanku semalam. The Kite Runner, sebuah kisah tragis bocah berusia 12 thn. Mengharu biru, bahkan ketika kutonton filmnya kemaren sore, airmataku tumpah. Banjir. Dan hal itu berlanjut saat kuputuskan membaca novelnya segera setelah selesai menonton film yang sama. Alhasil, aku harus berangkat kerja dengan mata agak bengkak.

Pukul enam sore, temen sekostanku – Dahlia - yang juga anggota Goodreads tiba. Aku langsung memberondongnya dengan pertanyaan “ntar malem lo ikut ga? Kan mau minta tanda tangannya Ito. Bareng ya”. Dia hanya balik bertanya “klo loe?? Ikut ga?? Kita liat nanti aja ya”. Serba salah juga jadinya. Karena aku sudah terlanjur mengiyakan pertemuan nanti malam. Ga mungkin kan, klo gw batalin tiba-tiba?? Lagipula gw penasaran sama yang namanya ES Ito. Aku hanya bisa menganggukan kepala. ‘ya, kita liat nanti dech’. Jawabku sekenanya, lalu masuk kembali ke kamar dan melanjutkan kisah Hasan dan Amir.

Jam menunjukan pukul delapan lewat lima belas menit. Aku mandi dan bersiap-siap. Setelah melalui ‘beberapa’ pertimbangan , akhirnya kami – Aku dan Dahlia - memutuskan untuk pergi ke tempat pertemuan.

Hanya memakan waktu lima belas menit perjalanan dari tempat kostku di bilangan Perdatam ke TIS pancoran. Sesampainya disana, aku langsung menuju Café Citrus yang terletak agak di belakang. di depan pintu, kami sempat berpapasan dengan dua orang laki-laki berjaket hitam. Entah kenapa, feelingku bilang. Jangan-jangan mereka itu orang yang mau kami temui malam ini.


Chapter 3: Ternyata..

Di pojokan ruang lantai dua yang menghadap ke luar. Kami menemukan Amang dan Gieb sudah tiba. Tak lama setelah kami duduk, datanglah dua orang lelaki – dan benar sodara-sodara, mereka adalah lelaki yang sama yang berpapasan dgn kami di pintu depan tadi - . Mereka lantas memperkenalkan diri sebagai Endry dan.. (uppss gw lupa nama yang satunya lagi ).

Selepas berbasa basi sebentar kami mulai bicara ke inti masalah, rencana tour ke Onrust yang diundur dari tgl 27 juli ke tgl 3 agustus. Untungnya si penulis ga keberatan dengan jadwal baru itu. Padahal kami sempat khawatir karena acara ini sudah mengalami dua kali pengunduran dari jadwal semula.

Pelayan café datang menghidangkan pesanan. Limesquash buatku dan Dahlia, strawberry juice untuk Endry dan kopi untuk temannya (maaf ya, kebiasaan buruk sering lupa nama orang). Sedangkan Amang dan Gieb sudah memesan sebelum kami datang.

Angin malam semilir-semilir bertiup. Dingin!! Aku menyesal gak pake jaket tadi. Benar-benar kedinginan. Tetapi lupakan dulu cuaca malam ini. Kita kembali ke pembicaraan tadi. Setelah memastikan kesanggupan penulis yang akan jadi salah satu nara sumber, obrolan mulai bergeser ke arah yang lebih luas. Hmm ‘berat’ lebih tepatnya. Mulai dari motif penulisan novel, ide cerita, bahan hingga pembicaraan politik.

Semakin malam mataku semakin terasa berat. Apalagi pembicaraan juga semakin ‘berat’. Sepanjang waktu itu aku hanya jadi pendengar setia. Dengan sesekali mengucapkan kata-kata singkat, mengangguk dan tersenyum. Hahaha. Sumpah, heran juga kenapa jadi begini ya?? Bukannya aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Tetapi entah kenapa secara naluriah aku memilih diam. Gus Gieb pun, yang biasanya bersemangat juga terdiam, duduk manies dikursinya. Dan dahlia – meminjam istilah dahlia - yang biasanya penuh canda tawa ceria dan sedikit gak tau diri, juga duduk terdiam. Pembicaraan hanya antara Amang, Endry dan temannya. Dan sisanya – Aku, Gieb dan Dahlia- hanya jadi penonton saja.

Kembali ke inti permasalahan. Malam itu, didorong rasa penasaran tuk ketemu penulis yang namanya ES ito, aku bela-belain dateng kesini malem- malem. Emang sih, selain memuaskan rasa penasaran, juga karena kami adalah – lagi lagi meminjam istilah Dahlia - pendukung setianya Po. Hidup Po!!! Tetapi ternyata…..hmmm…..apa ya?? * dahi berkerut* sulit dijelaskan.


Bener - bener di luar dugaan. Bayanganku tentang Tom Hanks hancur berantakan. ES Ito yang bikin penasaran teman-teman di Goodreads tidaklah seperti apa yang kubayangkan. Dia bukanlah Dan Brown, apalagi Tom Hanks. Hohoho…malah lebih mirip tokoh2 di novel karyanya sendiri.

(SPOILER ALERT: buat yang masih penasaran, mending jangan diterusin baca tulisan ini).


Skeptis, bahkan terkesan sinis. Ucapannya kritis, tajam dan dalam. To the point. Tanpa tedeng aling aling kalau orang jawa bilang. Visioner?? Hmm… agak-agak radikal malah kalau menurut opini pribadiku. Dia sama seperti tokoh kelik, guru uban, dan batu. Bersikap kritis terhadap negeri yang hampir hancur ini. Bahkan bisa dibilang kecewa. Tak ubahnya guru uban yang selalu sinis memandang televisi dan acara-acara ‘sampah’nya. Masyarakat Indonesia yang hilang jati dirinya, lupa pada sejarahnya sendiri. Pesimis terhadap masa depan Negara yang namanya Indonesia, tetapi optimis terhadap nusantara. Karena menurutnya, Indonesia bukanlah nusantara. Dan nusantara berbeda dgn Indonesia. Jadi teringat novel pertamanya yang berjudul ‘Negara Kelima”.

Cara bicaranya yang blak- blakan adalah ciri khas ‘orang awak’ dari Sumatera Barat sana. Dan semuanya (pembicaraan, sikap, dsb) membuatku diam saja. Bahkan kalau Dahlia bilang “Ito bisa bikin gw yang penuh canda tawa ceria dan sedikit gak tau diri ini diam seribu bahasa karena yang seribu itu bisa dia pake dengan sempurna dan lebih bervariasi".

Kecewa?? Entahlah. Bisa jadi kekecewaan itu muncul karena terlalu memasang ‘high expectation’ terhadap sesuatu atau seseorang. Yang pasti, si misterius itu tidaklah seperti yang kubayangkan. Atau bisa jadi, imaginasiku yang terlalu ga karuan. Berlebihan. Whatever lah, yang pasti dari pertemuan itu aku dapat beberapa hal

Pertama : yang pasti, tanda tangan si penulis lah. Karena ini adalah tujuanku datang kesini. Dan novel Rahasia Meede sudah kubawa di tas hitamku ini.

Kedua : minuman gratis?? Buku memang bisa membawa kita kemana-mana. Tempat-tempat baru, teman-teman baru, pengalaman baru, kegiatan seru dan… makanan dan minuman gratis. Maksud hati ingin bayar sendiri, tetapi malah ada yang berbaik hati membayari… Hahaha =D

Ketiga : jangan pernah memasang expektasi terlalu tinggi. Kalau jatuh sakit. Tom Hanks ku…hu hu hu. Sebenernya bukan salah si misterius. Karena dia ga pernah promosi tentang dirinya sendiri. Tetapi imaginasiku saja yang menjeratku.


* bisik bisik* : “please don’t tell the misterious man” malu euy…

Pokoknya itulah penilaian sekilasku tentang si misterius yang gak lagi misterius buatku. Selesai ngobrol ngalor ngidul, dan sedikit berbasa basi. Jam sebelas malam kami meninggalkan café Citrus menuju rumah masing- masing. Untuk tidur, istirahat dan mengakhiri hari. Good Night, Have a nice dream

Jakarta, 24 Juli 2008

Selasa, 15 Juli 2008

Ayat-Ayat cinta By : Habiburahman El Shirazy


Niat mulia sang penulis ingin menggambarkan poligami dan dari sudut pandang Islam?? Adakah pria seperti Fahry?? tampang lumayan, pintar, taat, baik hati. Terlalu sempurna sepertinya. Bahkan mendekati sesuatu yang utopis. ga realistis. Dicintai empat orang wanita?? Impian hampir semua pria normal sepertinya. Tetapi tidakkah ini tampak sangat narsis?? Ibarat impian tak kesampaian sang penulis. 

Tetapi walaupun begitu, novel ini memang penuh dengan nilai dan pesan. Walaupun terkesan menggurui. ada adegan-adegan yang bikin mengharu biru. Dalem banget.

Sayangnya pesannya tentang poligami 'disalahgunakan' oleh banyak pihak tentang arti poligami itu sendiri. Lihat saja berapa banyak sinetron-sinetron sampah saat ini yang tokohnya berpoligami?? Terpengaruh euforia ayat-ayat cinta?? kesannya berpoligami itu mudah dan murah. Hanya sekedar pemuasan nafsu purba kaum Adam. Itu pula yang menimbulkan kesan negatif beberapa pihak terhadao Islam dan poligami. Padahal dalam Al Qurán poligomi itu dibolehkan asal 'mampu'. Kata mampu itulah yang sering disalah artikan. 

Memang sih, bukan salah ayat-ayat cinta kalau para pembuat sinetron kita pada ikut-ikutan pasang tema poligami. Indonesia gitu loch. Setiap ada sesuatu yang jadi trend langsung hajar. Trend plagiat yang membudaya??

Senin, 14 Juli 2008

An Affair to forget By : Armaya Jr


Mungkin gak sih, ada orang yang baru pertama kali kenal langsung membicarakan 'ranjang' dengan teman barunya itu?? Membicarakan seks, ranjang dan semacamnya seperti membicarakan hal-hal ringan semacam infotainment. 

Semetropolis apapun,kayaknya 'gak banget deh'. Ceritanya sih sok niru-niru HQ gitu, tetapi bahkan di HQ pun gak begitu banget kali!! Haloo!! ini Indonesia man!! Penggambaran yang sok vulgar, tetapi malah kehilangan nuansa romancenya. trus pake acara tuker-tukeran pasangan ala Beverly Hills. 

Mungkin gka sih dua orang lelaki dan perempuan normal yang bersahabat -sedekat apapun - bisa seenak-enaknya 'bebas busana' di kamar sang lelaki?? Berdua saja, tetapi tanpa kelanjutan apa-apa ?? Kemanakah hormon dan setan??

Di novel yang katanya laku 3000 exemplar dalam tiga bulan ini, banyak adegan-adegan gak penting yang dipanjang-panjangin. Gak penting banget. Sok HQ, so metropolis. Tetapi justru ada hal-hal yang sebenarnya penting gak diceritain. Mendingan gw baca HQ sekalian dech. Secara itu orang bule yang emang dari sononya begitu!! Nah ini, Indonesia man!! Aneh..aneh..aneh... 

Tadinya mau ngasih rate 0.5, cuma karena gak ada, terpaksa dech dibuletin ke atas. Sisanya upah nulis lach =D

Jumat, 11 Juli 2008

Rahasia Meede By : ES Ito


Bintang empat. Cukup bagus, apalagi buat ukuran ala pengarang Indonesia. Bukannya bermaksud merendahkan hasil karya pengarang lokal, tetapi emang jarang sekalia ada novel semacam ini yang lahir dari buah karya novelis Indonesia. 

Cerita yang tidak mudah ditebak dan alur yang bikin penasaran. Dan satu hal, novel ini membuka mata saya akan 'kebutaan' saya terhadap sejarah. Seperti hampir sebagian besar generasi MTV di Jakarta yang ngaku gaul dan tidak gagap teknologi, tetapi malah gagap sejarah bangsanya sendiri. Seperti tertohok.


Adakah guru sejarah yang seperti guru uban?? Karena sejak saya es de sampe kuliah. Yang namanya guru sejarah rata-rata hanya penghapal textbook. Mereka tak pernah menjelaskan latar belakang apalagi makna dari sebuah peristiwa. Mereka hanya meracaukan kata-kata yang sudah ada dalam buku dan kurikulum. Membuat pelajaran sejarah menjadi sebuah episode membosankan yang membuatku tertidur di tengah pelajaran.

Tetapi sayangnya, walaupun beberapa pihak mengatakan sang pengarang adalah 'Dan Brownnya Indonesia'. Tetapi menurut saya tidaklah demikian. memang tulisannya cukup bagus. Akan tetapi belumlah bisa disejajarkan dengan para maestro dunia. Ada beberapa plot yang menurut saya terlalu dipaksakan (emas monas misalnya). Dan cerita yang 'menurut saya 'kurang berani' dipaparkan sang penulis. Apakah itu karena pengarang adalah orang Indonesia? yang terlalu terikat pada budaya timur, 'euweh pakeweuh'kalo orang jawa bilang. Padahal saya mengharapkan sesuatu yang lebih 'berani'. Sesuatu yang lebih kontroversial seperti 'cawan suci' dan Maria Magdalena dalam The Da Vincy Code-nya Brown. 

Seperti umumnya novel sejenis. akhirnya selalu sama. Misteri tetaplah jadi misteri yang tak terungkap. Tapi ini sangat wajar karena memang jarang ada pengarang yang 'terlalu gila'untuk membuka semua misteri. Kalau memang yang jadi misteri itu sebenarnya ada. 

Walaupun belum bisa dikatakan sebagai novel sejarah. Tetapi cukuplah untuk menarik minat 'kaum buta sejarah' seperti saya untuk membuka kembali buku-buku sejarah. Walaupun belum sekelas Dan Brown, cukuplah menjadi 'adik kelas Brown'. Karena kita tidak akan pernah tahu, apakah 'sang adik' akan mengikuti jejak seniornya, tenggelam dalam bayangannya, tertinggal jauh di belakang ataukah melampaui sang senior. Karena semua itu tergantung kepada sang adik sendiri serta lingkungan yang mendukungnya. Secara umum, saya cuma bisa bilang. ini adalah novel yang layak dibaca, terutama buat anda penggila thriler sejarah, dan konspirasi.

Semangat buat sang penulis!! Semoga ke depannya bisa bikin karya yang lebih baik lagi.