Pages

Senin, 29 Juni 2009

Aku Jatuh Cinta


Aku jatuh cinta pada kata
Rangkaian kata penuh pesona
Menebar mimpi membuka dunia

Aku rindu ungkapan rasa
Manis, pahit, sedu dan sedannya
Kunikmati saja semuanya
Membawaku memimpikannya

Aku ingin bercumbu dengan buku
Bercinta dengan kata
Bersenggama dengan aksara
Hingga tiada batasan antara aku dan alam raya

Balikpapan, 28 Juni 2009

Rabu, 03 Juni 2009

Three Cups of tea By : Greg Mortensen


"Di pakistan dan Afganistan, kami minum tiga cangkir teh saat membicarakan bisnis: pada cangkir pertama engkau masih orang asing; cangkir kedua, engkau teman; dan pada cangkir ketiga, engkau bergabung dengan keluarga kami. Sebuah keluarga yang siap untuk berbuat apapun- bahkan untuk mati.” Haji Ali- Noormadhar Desa Korphe.

Pada tahun 1993, Greg Mortensen mengikuti ekspedisi pendakian untuk menaklukan K2-sebuah jalur pendakian gunung di Himalaya- yang merupakan jalur paling mematikan nomor dua di dunia. Di tengah cuaca yang kurang bersahabat, stamina yang mulai melorot hingga ke titik nadir. Mortensen akhirnya tersesat dan akhirnya diselamatkan oleh Haji Ali, seorang nurmadaar (pemimpin) desa Korphe. Tetapi siapa sangka, justru kedatangannya di desa terpencil di daerah pegunungan Himalaya yang bahkan tidak tercatat namanya dalam peta ini akan sangat merubah hidupnya dan juga hidup ribuan anak di daerah sekitar puncak dunia tersebut.

Untuk membalas budi Haji Ali dan warga Korphe yang telah menyelamatkan nyawanya, juga setelah melihat kondisi hampir seluruh warga desa yang buta huruf, Mortensen berjanji akan membangun sebuah sekolah untuk desa tersebut. Ini adalah sebuah kisah tentang pemenuhan janjinya itu. Sebuah kisah yang penuh dengan kerja keras, pengorbanan, konflik dan kemanusiaan. Bagaimana perjuangan Mortensen - yang akrab disebut Dr. Greg oleh warga desa yang dibantunya- membangun sekolah di desa desa paling terpencil di atap dunia.

Membaca buku ini membuatku tersadar bahwa masih banyak sekali orang yang jauh lebih tidak beruntung. Saya masih bisa sekolah, membaca dan menulis. Sebagai seorang perempuan, di negeri ini saya masih berkesempatan untuk berkarya dan meningkatkan potensi diri. Di negara tropis ini saya tak perlu mengalami deraan badai salju dan musim dingin yang menggigit tanpa alas kaki. Hal itu membuatku tersentak malu. Di tengah sedemikian banyaknya anugerah yang saya terima, saya terlalu sering mengeluh, complain. Di saat yang sama saya juga merasa malu, ketika masih banyak saudara seiman yang hidup buta huruf di tengah bahaya musim dan perang, saya tidak berbuat apa-apa. Justru Mortensen yang adalah penganut Nasrani yang berjuang untuk membawa cahaya ilmu pengetahuan ke tengah-tengah mereka. Ironis. Seharusnya ini jadi sebuah pukulan telak bagi seluruh umat muslim di dunia. Agar mereka bisa lebih bersatu dan peduli terhadap sesama.

Kisah ini membuatku tahu bahwa kemanusiaan itu masih ada, bahkan pada seorang Amerika sekalipun. Dan bahwa ternyata, seorang George W Bush tidaklah dapat dijadikan patokan ketika kita hendak menilai Amerika secara keseluruhan, apalagi kalau hendak menilai warga Amerika. Di waktu yang sama saat Bush dan tentaranya melancarkan serangan dan meluncurkan rudal dan misil dengan dalih perang terhadap terorisme. Mortensen yang notabene adalah warga negara Amerika justru menjalankan misi kemanusiaannya tepat di tengah-tengah area konflik. Tepat di jantung wilayah yang terus menerus menjadi sasaran serangan dan penghancuran George W Bush dan sekutunya.

Kemanusiaan itu tak pandang bulu. Tak perduli suku, agama, ras, etnis, bahasa, warna kulit, wilayah dan sebagainya. Baik itu Muslim, Nasrani, Yahudi, Buddha, Pagan. Orang Eropa, Amerika, negro, Asia, Melayu, dsb. Dalam kemanusiaan semua sama. Karena pada dasarnya semua manusia diciptakan setara. Dalam kemanusiaan, hati nurani yang berbicara

Selasa, 02 Juni 2009

Kafka on the Shore. By : Haruki Murakami


The drowning girl’s finger
Search for the entrance stone, and more
Lifting the hem of her azure dress,
She gazes
At kafka on the shore

At beginning, reading this book just like we read two different and not connected stories. It’s about Kafka, a 15 years old boy who runs away from home either to escape from a gruesome oedipal prophecy and to search for his long missing mother and sister. And an aging simpleton called Nakata, who never recovered from a wartime affliction and now is drawn towards something for reasons that, like the most basic activities of his daily life, he can’t fathom.

Try to escape from his former life, try to escape from his father curse. Kafka go to wherever as far as he could. Without any place to go, without any relatives he knew and without any plan what will he do next. After take some travel days, kafka comes to takamatsu city. and stay at a private library.

In the other part of this story, after a murderer of a cat stalker called Johny Walker, Nakata started his jouney towards something he can’t describe. With help from many people, nakata continue his journey until he meets Hoshino, a middle twenty years old truck driver who drove him until Tokyo and then accompany him to Takamatsu.

The two uncorrelated seem stories came to have connected step by step. As their paths converge and the reasons for that convergences become clear. What and whose Nakata search for and what the reasons for that. And what’s the correlation between Kafka and Nakata’s jouney.

Haruki Murakami enfolds readers in a world where cats can talk, fish fall from the sky, and the spirits slip out of their bodies to make love or to commit murder. There’s just very thin border between reality and illusion or dream. This is unpredictable stories, just like Murakami’s. Some part of this story takes me to the other worlds, and I could imagine a place where no ages and no time.

At the end, it comes to the conclusion “In everybody’s life there’s a point of no return. And in a very few cases, a point where you can’t go forward anymore. And when we reach that point, all we can do is quietly accept the fact. That’s how we survive.”

“Time weighs down on you like an old, ambiguous dream. You keep on moving, trying to slip through it. But even if you go to the ends of the earth, you won’t be able to escape it. Still, you have to go there-to the edge of the world. There’s something you can’t do unless you get there.”