Pages

Selasa, 03 Juli 2012

Gembel Traveller. Day 13. Nyasar di Bangkok


Pagi hari setelah sarapan kami kembali menjelajahi ibukota negara Thailand ini. Dari kediaman James, kami naik buskota (nomornya saya lupa) untuk menuju tempat kapal sungai di Kiak Kai. Buskota di Bangkok tarifnya cukup murah, yaitu 6,5 baht atau sekitar 2000 rupiah per orang. Kalau kita beruntung, bis tersebut tidak ada kernet yang meminta ongkos, itu artinya kita tidak perlu membayar apapun alias gratis :D

Dari Kiak Kai (pemberhentian nomor 21), kami naik kapal sungai yang melintasi sungai Chao Phraya sampai pemberhentian no. 8 di dekat Grand Palace di Ko Ratanakosin area. Dari sana kami berjalan kaki menuju Grand Palace. Grand palace adalah komplek istana kerajaan Thailand yang sangat luas dan terdiri dari beberapa bagian dan gedung. Tempat ini dulunya adalah tempat kediaman Raja Thailand. Tiket masuk komplek Grand palace ini seharga 400 Baht per orang, sudah termasuk tiket masuk Grand Palace dan Wat Phra Kaew yang sering disebut Temple of Emerald Buddha. 

Di Grand palace ini terjadi kecelakaan pada kamera SLR saya. Saat saya ke toilet, tas kamera saya gantung di cantelan pintu toilet. Tetapi tiba-tiba ada yang menggedor pintu kamar mandi dengan sangat kencang hingga kamera saya terjatuh. Damn!! My lens was broken :( Mau nangis rasanya lihat lensa Tamron 18-270 FZD yang baru dibeli 2 bulan lalu retak bagian putarannya jadi agak menganga, walaupun masih bisa dipakai sih. Mana pelaku yang menggedor pintu toilet gak ketauan lagi. Makin kesel jadinya. 

Dari Grand Palace, kami melanjutkan berkeliling sekitar area Ko Ratanakosin. Setelah itu kami menuju Wat Pho. Wat Pho adalah salah satu dari beberapa temple besar di Bangkok yang sering dikunjungi para wisatawan. Selain Wat Pho ada Wat Arun, Wat Phra Kaew, Wat Traimit  dan Wat Benchamabophit. Luas kompleks Wat Pho cukup luas. Temple ini berciri khas warna emas di ornamen-ornamennya. Saat kami masuk ke area Wat Pho, kami tidak melihat adanya booth tiket, jadi kami pikir memang gratis. Setelah hampir satu jam kami di dalam, tiba-tiba Dahlia mengajak saya supaya segera keluar dari area Temple. Ternyata, sebenarnya ada tiket untuk masuk ke area temple. Dan ia mendengar ada beberapa orang yang sedang mencari orang-orang yang masuk tanpa tiket. Oo.. kami beneran baru tau kalau ada tiket. Dan tiket boothnya terletak di sisi yang berbeda dari pintu kami masuk. Harga tiket masuk Wat Pho adalah 50 baht. Jadi dengan kata lain, tanpa sengaja kami telah jadi penyelundup. He3x :D psstt. Jangan bilang siapa-siapa ya. Karena khawatir tertangkap basah tanpa tiket, kamipun segera keluar meninggalkan area Wat Po. Daripada kami harus kenapa-kenapa di negri orang  :D

Setelah sukses ‘selamat’ keluar dari Wat Pho, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah Wat Arun. Wat arun terletak di tepi Sungai Chao Phraya, dan untuk mencapainya kami harus menyebrangi sungai Chao Phraya dengan menggunakan kapal untuk penyebrangan yang tarifnya 10 Baht. 

Kalau Grand Palace dan Wat Phra Kaew berwarna warni, Wat Pho berwarna emas dan ornamen warna warni, warna dasar bangunan Wat Arun adalah batu. Tidak terlalu banyak ornamen di sana. Harga tiket masuk ke area temple ini adalah 50 baht. Kali ini kami membayar tiket masuk loh :D  hari itu panas sangat terik, sehingga kami benar-benar tepar dan dehidrasi apalagi harus naik turun bagian-bagian kuil. Entah sudah berapa banyak air yang masuk ke tenggorokan. Panas gila!!! 

Sebenarnya di Bangkok masih banyak lagi temple-temple seperti Wat Traimit, Wat Bechamabophit, etc. pantas saja Thailand sering dijuluki negeri seribu pagoda. Karena pagoda di negara ini sangat banyak dan tersebar di mana-mana. Akan tetapi kalau waktu kita untuk mengeksplore Thailand terbatas, anda cukup mengunjungi Grand Palace, Wat Phra Kaew, Wat Pho dan Wat Arun

Dari Wat Arun, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke daerah Khaosan road. Khaosan road adalah areal backpacker terkenal di Bangkok. Karena di sini banyak tersedia penginapan, tour agent dan sarana pendukung untuk para wisatawan. Khaosan road ini sangat ramai dan padat dengan banyak orang berbagai bangsa berlalu lalang. Kami berkeliling sekitar Khaosan road sekaligus mencari tiket bus ke Siam Reap - Kamboja untuk esok hari. Setelah berkeliling dari satu tour agent ke tour agent lainnya, akhirnya kami mendapatkan tiket bus ke Siam Reap seharga 600 baht per orang.  

Dari sini kami melanjutkan perjalanan mencari pusat pertokoan elektronik untuk mengecek keadaan kamera dan lensa yang yang mengalami  ‘kecelakaan’ tadi pagi sekaligus mencari kedutaan Indonesia untuk mencari info terkait visa Myanmar. Kami naik bus sampai Victory monument dan melanjutkan bus menuju area jalan Pratunam , kalau tidak salah namanya Plaza Central.

Kami naik bus sampai victory monument. Dari sini, seharusnya kami naik bis yang lewat jalan Pratunam. Kami naik bus dengan damai. Di bus, kami jadi tontonan umum. Karena mungkin jarang wisatawan asing yang menggunakan bus umum di sana. Apalagi dengan ‘penampakan’ saya yang lagi-lagi terlalu obvious :p Karena petugas yang menagih tidak bisa bahasa Inggris dan kamipun tidak mengerti bahasa Thai. Jadilah kami menggunakan bahasa tarzan untuk mengetahui dan membayar ongkos bus :p Kami santai saja duduk dan mengobrol di kursi penumpang. Seakan-akan kami tahu dimana tempat yang kami tuju dan dimana kami harus turun :D  Setelah sekitar 30 menit, kami baru sadar kalau bus membawa kami makin menjauhi pusat kota. Kami mulai panik, kami mencoba menanyakan kepada petugas ataupun penumpang lain soal tujuan kami dan di mana kami berada saat itu, tetapi mereka juga tidak bisa bahasa Inggris. Mampus!! Kamipun makin panik. Untunglah tak lama kemudian, penumpang yang duduk di kursi di depan saya yang mengerti bahasa Inggris bersedia membantu. Darinya kamipun tahu, kalau kami telah NYASAR! Kami telah naik bus yang salah dan terbawa oleh bus yang rutenya berlawanan arah dengan tujuan kami. Dari orang yang sama jugalah kami disarankan untuk turun di halte terdekat berikutnya agar kami tidak nyasar semakin jauh.

Di suatu halte, entah di mana dan di jalan apa kamipun turun dari bus. Kalau kemarin kami hampir nyasar saat mencari bus ke rumah James, hari itu kami benar-benar lost in Bangkok :D Di halte tersebut tidak ada orang lain yang sedang menunggu bus juga tak ada petugas ataupun pedagang (emangnya di jakarta, hampir di setiap halte bus ada pedagang asongan :p). Kami mencoba mencari tahu posisi kami saat itu di peta. Salah satu hal yang wajib dibawa traveller independent adalah peta. Karena di situ kita bisa tahu rute dan lokasi tempat yang kita cari. Kami mencoba mencari tahu nama jalan tempat kami berada saat itu. Celingak celinguk, kami tak menemukan nama jalan satupun. Kalaupun ada papan nama ataupun tulisan, semuanya dalam bahasa dan tulisan Thai. Grook. 

Kamipun memutuskan untuk menyebrang jalan dengan tangga penyebrangan karena di halte sebrang jalan terlihat beberapa orang yang sedang menunggu bus. Kami berharap bisa mendapatkan info dari mereka. Sebenarnya untuk sesaat saya tergoda untuk menghubungi ‘teman’ saya yang saat itu bekerja di Bangkok untuk membantu. Akan tetapi gengsi saya terlalu tinggi. Ha3x :D Bukan apa-apa sih, soalnya teman saya itu, he is my ex. So I don’t want to contact him nor have any debt to him. Yang paling penting, saya juga tidak mau dianggap mengganggu apalagi ‘mengejar’nya. No way!! Walaupun kami berpisah tidak bisa dibilang dengan tidak baik juga, akan tetapi tidak juga bisa dibilang baik-baik. Dan saya tidak mau berpura-pura seakan- akan tidak ada apa-apa. He hurt me so much before, so I couldn’t pretend nothing happen. I still could be his friend – an ordinary friend – but don’t expect me to pretend to be his best friend anymore. Loe, gw, END, SELESAI!  Akhirnya, saya lebih memilih untuk bertanya. Malu bertanya, sesat di jalan. Gengsi menerpa nyasar jadinya :D

Kami mencoba menanyakan pada beberapa orang, tetapi lagi-lagi kendala bahasa jadi masalah. Kami beneran jadi dua cewek gembel yang nyasar di negeri orang saat itu. Kami akhirnya mengegelar peta untuk meminta mereka menunjukan di mana posisi kami saat itu dengan bahasa tarzan. Untunglah akhirnya ada mbak-mbak yang sepertinya baru pulang kerja membantu kami. Lebih lagi, dia juga menelpon temannya untuk tahu bagaimana cara kami untuk ke central plaza. Akhirnya disimpulkan kalau kami harus kembali menyebrang jalan, lalu jalan kaki ke perempatan sekitar 200 m dari situ baru melanjutkan naik bus yang lewat plaza central. Atau, cara termudah adalah naik taxi :D Akhirnya kami menuruti saran mbak-mbak tadi dan kembali menyebrang jalan untuk melanjutkan perjalanan. 

Dari jembatan penyebrangan menuju perapata rasanya jauh sekali. Karena kami sudah sangat letih, kaki pegel dan perut kelaparan. Lagi-lagi kami tak berani makan sembarangan. Padahal, di Bangkok kalau sore sudah menjelang, hampir di sepanjang jalan ada pedagang yang menjajakan makanan aneka macam yang kelihatan menggugah selera. Tetapi lagi-lagi karena khawatir akan kehalalan makanan tersebut, kami tak berani mencoba. Jadi berpikir ada bagusnya rekan perjalanan saya sama-sama muslim, jadi kami memang sama-sama memilih dalam hal makanan. Bagaimana jadinya kalau rekan perjalanan saya non muslim? Ini bukan masalah SARA sih, karena saya tidak pernah mempermasalahkan soal SARA dalam hal pertemanan. Saya bisa berteman dengan siapa saja, akan tetapi kalau dalam hal makanan tetap saja berbeda. Saya jadi berpikir, kalau teman perjalanan saya bukan muslim, pasti dia akan sangat menderita travelling dengan saya. Karena dia jadi tidak bisa menikmati banyak makanan khas disini yang terkenal enak rasanya.

Lelah, letih dan kelaparan, akhirnya sampai juga kami ke pusat pertokoan yang kami tuju. Tujuan pertama kami pastinya adalah mencari tempat makan :D Kami memilih untuk makan ayam goreng di restoran cepat saji KFC, walaupun sebenarnya kami juga tidak terlalu yakin akan kehalalannya karena tidak ada logo halalnya. Tetapi we think, it’s better than we eat food that obviously not halal.
Setelah mengisi perut, kami berkeliling pertokoan untuk mencari tempat servis kamera. Dari hasil bertanya sana-sini sebagian besar menyarankan agar lensa dan kamera saya di’rawat inap’ untuk diperiksa dan diservis. Karena kami tidak punya banyak waktu, dan besok sudah harus meninggalkan Thailand, akhirnya saya batal memperbaiki lensa dan kamera saya. Dari hasil windows shopping di sana, kami jadi tahu, ternyata harga elektronik di Thailand lebih murah daripada di Jakarta. Dahlia membeli tripod hanya seharga 30 baht atau sekitar 90 ribu rupiah. Padahal kalau di Jakarta harganya bisa mencapai lebih dari 200 ribu rupiah. 

Malam semakin turun, kamipun beranjak keluar dari area mall untuk kembali ke tempat James. Dalam perjalanan, ternyata kami melewati Kedutaan Indonesia yang dari kemarin kami cari-cari. Karena saat itu sudah malam, kantor kedutaan sudah tutup, jadi kami tidak bisa mencari info di sana. Malam itu adalah malam terakhir kami di Thailand dalam perjalanan kali ini. Kami nikmati pemnadangan malam di kota Bangkok melalui tuk-tuk yang kami sewa menuju daerah Intamari tempat kami menginap.]


Selama melakukan perjalanan di Thailand, ada beberapa point penting yang kami dapat.

11. Makanan Thailand umumnya enak dengan citarasa pedas asam sebagai ciri khasnya. Untuk daerah Thailand Selatan (Phuket, Krabi, etc), makanan halal masih mudah ditemui sedangkan makin ke Utara semakin sulit. Untuk traveller muslim, sebaiknya cari info terlebih dahulu di mana tempat yang menyajikan makanan halal di daerah yang dituju.
2
22. Harga barang di Thailand secara garis besar lebih murah dari di Indonesia. Buat para penggila belanja, tempat ini cocok untuk menguras dompet anda dengan barang murah.

33. I love Thailand’s  beach and islands. Karena kami hanya ke pulau dan pantai di sekitar laut Andaman,kami tidak tahu kondisi di area lain. Akan tetapi berdasarkan info yang kami dapat, pantai dan laut di area lain di Thailand pun sama indahnya.

44. Untuk traveller, sebaiknya paling tidak tahu beberapa kata dasar dalam bahasa Thai. Karena masyarakat di sana jarang yang bisa bahasa Inggris. Dan ini bukan salah mereka, karena ini adalah negeri mereka. Seharusnya kitalah sebagai tamu yang paling tidak sedikit mengerti bahasa mereka. 
55. Jangan lupa bawa peta dan travel guide book Ini adalah hal yang sangat penting untuk para independent traveller seperti saya. 

Bye Bye Thailand, hope I could go there again :)

Senin, 02 Juli 2012

Gembel Traveller. Day 12. Welcome to Bangkok


Pesawat kami dari Phuket menuju Bangkok berangkat jam pagi. Jadi kami sudah harus checkout dan berangkat dari hotel jam 4 pagi. Pagi-pagi buta kami sudah melaju di jalan raya sepi dan menuju ke Bandara. Kami sengaja sudah memesan taxi dari hari sebelumnya karena sangat sulit mencari taxi pagi buta seperti itu di sana. Kami sudah sampai di bandara Phuket jam 5 pagi.

Penerbangan dari Phuket menuju Bangkok di tempuh dalam waktu 1 jam 20 menit. Pesawat tiba di Bangkok 8.15. Di Bangkok, kami akan menginap di rumah host kami James, ia juga dari komunitas CS yang bersedia menjadi host kami selama di Bangkok. Setelah proses pengambilan bagasi, kami menuju stasiun kereta. Kami naik airport train sampai Phayathai Station. Dari stasiun, seharusnya kami menggunakan bus no. 54 untuk menuju rumah James seperti yang sudah ia infokan. Akan tetapi, kami kebingungan dimanakah letak halte bus atau paling tidak dimana kami harus menunggu bus yang dimaksud. 

Kami sudah berdiri di sebuah titik yang kami kira pemberhentian bus (karena bentuknya yang mirip halte bus di Indonesia), akan tetapi tidak ada satupun buskota yang berhenti. Kami pun menanyakan pada penduduk setempat. Akan tetapi kendala bahasa jadi masalah. Ternyata, orang Thailand, khususnya di Bangkok banyak yang tidak bisa berbahasa Inggris, bahasa tarzanpun tidak nyambung karena yang kami tanyakan adalah alamat rumah atau halte bus. Setelah kebingungan hampir 30 menit, kami akhirnya bertemu seorang bule dan akhirnya bertanya padanya. Ternyata, tempat kami berdiri dari tadi itu memang bukan halte bus. Itu adalah pemberhentian khusus taxi, pemberhentian bus terletak beberapa puluh m dari sana*zedig.. pantes aja*.

Karena sudah terlalu lelah dan bis juga tak muncul juga, akhirnya ujung-ujungnya kami memutuskan naik taxi. Tak terlalu sulit menemukan alamat James yang terletak di Jl. Intamara, karena tempat itu sekaligus sebuah café. Finally, kami sampai juga di café milik James tempat kami akan menginap selama di Bangkok.

Café itu terletak di ruko tiga lantai dimana café di lantai 1 sedangkan lantai 2 dan lantai 3 terdiri dari beberapa ruang untuk kamar-kamar. Pada saat yang sama, James menjadi host untuk lebih dari 10 orang yang berasal dari berbagai bangsa. Kami ditempatkan di lantai 3, dan bersama kami ada 4 orang lain, 1 berasal dari USA, 1 dari Hongkong, 1 Inggris dan 1 lagi dari Kanada. Selain kami berenam, ada lagi keluarga dari Timur Tengah dan beberapa orang lagi. OMG, James baik hati sekali, dia bersedia menyediakan tempat menginap bagi banyak backpacker yang datang ke Bangkok. Entah sudah berapa ratus orang yang diterimanya selama beberapa tahun ini. Bener-bener amazing rasanya. Walaupun tempatnya biasa saja, tetapi buat ukuran para backpacker yang terpenting adalah ada tempat untuk tidur dan beristirahat. Kami sangat berterimakasih kepada James atas kebaikan hatinya.
Café milik James di lantai 1 adalah café yang 100% makanan yang disediakan adalah makanan halal. Ini karena James memang seorang muslim. Kami sangat tertolong sekali. Karena di Bangkok tidak seperti di daerah Thailand Selatan seperti Krabi dan Phuket yang masih banyak penduduk muslimnya dan makanan halal mudah didapat. Di Bangkok makanan halal sulit ditemukan. 

Setelah beristirahat sejenak dan beramah tamah dengan tuan rumah, kami segera keluar dan memulai petualangan kami di Bangkok hari itu. Tujuan pertama kami adalah Museum lilin Madam Tussaud yang ada di Discovery Mall Bangkok. Musium ini memajang koleksi patung lilin banyak tokoh dunia, mulai dari aktris dan aktor, penyanyi, sutradara, tokoh negara dan terkenal lainnya. Harga masuk Museum ini cukup mahal, sekitar 1300 baht per orang. Tetaou kita bisa buas bernarsis ria dengan para tokoh dan selebritis favorit. Mau berfoto bareng Justin Beiber atau Beyonce? Bisa :D

Dari museum ini, kami ke national stadium dan MBK. MBK adalah pusat perbelanjaan terkenal di Bangkok. Para penggila belanja yang datang ke Bangkok pasti mampir ke mall ini. Tak jauh dari MBK, ada art Contemporary Museum. Di depan museum ini banyak hasil karya seni kontemporer yang unik, mulai dari tong sampah raksasa yang terguling, patung hewan dan bola bola warna warni. Saat kami lewat di depannya juga ada seniman jalanan yang sedang memamerkan aksinya. Seniman jalanna ini memainkan musik pukul semacam gendang tapi terbuat dari beragam kaleng dan bekas kemasan makanan. 

Selanjutnya kami menuju museum Jim Thompson. Jim Thompson adalah orang Amerika yang akhirnya menetap di Thailand dan mengembangkan industri sutra di sana. Dialah salah satu tokoh yang membuat Thailand terkenal karena prosuksi sutra. Tokoh ini menghilang saat sedang berlibur di daerah Cameroon Highland, Malaysia dan hingga sekarang tidak diketahui di mana keberadaanya dan bagaimana nasibnya, masih hidup atau tidak. Rumah milik Jim Thompson inilah yang kemudian oleh perintah Thailand dijadikan museum Jim Thompson untuk menghormati dan mengenang beliau. Area musium ini sangat luas terdiri dari beberapa bangunan yang didesain berdasarkan desain rumah asli Thailand. Di dalam mueum ini ditampilkan berbagai hal yang terkait dengan produksi sutra serta beragam barang antik yang menjadi koleksi pribadi milik Jim Thompson. 

Dari museum Jim Thompson, rencananya kami akan ke kedutaan RI untuk mencari info terkait visa ke Myanmar dan Laos. Kami menyusuri jalan mengikuti peta tak juga menemukannya. Kelaparan mulai mendera dan memamg dari tadi kami belum juga menemukan makanan halal. Sebenarnya kalau sore menjelang, hampir di sepanjang jalan di kota Bangkok banyak pedagang yang menjajakan makanan. Akan tetapi karena kami khawatir akan kehalalannya kami tak berani mencoba. Karena dari yang kami dengar, makanan di sini banyak mengandung B2.

Akhirnya kami terus berjalan menyusuri jalan. Baru setelah sekitar 1 jam berjalan kami menemukan rumah makan yang menjual makanan halal. Kalau di Bangkok, kedai makan milik muslim selalu jelas diberi tanda makanan halal, jadi pembeli tidak perlu khawatir. Pemilik rumah makan ini juga seorang ibu-ibu berjilbab. Rasanya aman untuk makan di sini. Worry free. Kami menyantap nasi goreng dan mie goreng Thailand serta  beberapa baso seafood yang ditusuk seperti sate dan dibakar serta disajikan dengan saus. Rasa makanan di sini maknyus. Rasanya selama lebih dari seminggu di Thailand kami belum pernah merasakan makanan yang tidak enak :D

Perut sudah damai, badan sudah letih, kami pun beranjak kembali ke tempat kami menginap. Malam itu kami bertemu dengan beberapa orang backpaker yang sama-sama menginap di tempat James. Setelah bercakap-cakap, bebersih, kamipun tidur.

Minggu, 01 Juli 2012

Gembel Traveler. Day 11. Beautiful Landscape and Lady Boy at Phuket


Hari itu kami menyewa kendaraan seharga 800 baht untuk bekeliling Phuket seharian. Karena pulau ini terlalu besar dengan kontur berkukit untuk dikelilingi dalam satu hari hanya dengan berjalan kaki. Sebenarnya dari Phuket kita bisa melakukan hopping island ke Surin Islands National Park atau Similan Islands National Park. Akan tetapi karena cuaca yang sedang tidak bagus dan selain itu kami juga sudah cukup puas bersnorkling ria di Krabi sebelumnya, kami memutuskan untuk sight seing.

Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Kata dan Karon Beach. Dua pantai ini adalah pantai yang jadi tujuan wisata utama selain Patong Beach. Di pantai ini juga banyak terdapat akomodasi dan sarana penunjang untuk wisatawan lainnya. Hanya saja, hotel di daerah ini umumnya lebih mahal daripada di area Patong Beach yang jadi pusat backpacker. Saat kami ke sana, pantai ramai dengan pengunjung.

Setelah puas mengambil gambar, kami melanjutkan perjalanan menuju View Point dan Phromtep cape. Dari tempat ini kita bisa melihat pemandangan phuket dan sekitarnya, terutama lautnya. It’s so breath taking. Dari ketinggian seperti ini kita bisa melihat laut andaman yang berwarna hijau tosca menghampar luas dan indah. Kalau kita ke Phromtep cape di sore hari, sunset di tempat ini terkenal dengan keindahannya.
Selanjutnya kami menuju ke Big Buddha yang terletak di atas bukit. Dari tempat ini kita juga bisa melihat pemandangan Phuket dari ketinggian, terutama area daratnya. Saat ini Big Buddha masih dalam proses pembangunan, dan rencananya akan menjadi salah satu patung Buddha terbesar di Thailand.

Destinasi selanjutnya adalah Wat Chalong. Wat chalong adalah komplek kuil Buddha yang luas dan terdiri dari berbagai bangunan. Masing-masing bangunan dihias dengan ornamen dan warna warni cerah khas Thailand.

Selama berkeliling Thailand, tak lupa kami mencicipi makanan khas di sini, mulai dari papaya salad, Tom Yum Gung, Pad Thai (Thai Styles Fried Noodles), Kai Med Ma Chuang (Cicken With Cashew Nut), Khao Pad (Fried Rice), dan entah apa lagi (saya lupa namanya). Ciri khas makanan Thailand adalah asam dan pedas. Mulai dari salad, ikan, hingga makanan berkuang semacam sup dan Tom Yum Gung. Secara umum, makanna di Thailand mantap rasanya. Puas berkeliling Phuket, kami kembali ke hotel untuk istirahat dan bersiap-siap karena malam itu kami akan menonton pertunjukan Simon Cabaret.

Simon Cabaret ini adalah pertunjukan kabaret yang menampilkan para wanita transgender (lady boy). Hiburan semacam ini memang marak di Thailand. Dan wanita transgender banyak ditemui di negara ini. Kami dijemput sekitar jam 6 di hotel. Pertunjukan memang baru dimulai sekitar jam 7 malam. akan tetapi setiap jeda antar pertunjukan, biasanya para lady boy ini akan keluar bangunan dan memberi kesempatan pada para pengunjung untuk berfoto bersama dan mengambil foto mereka.

Antara terpana, bengong, kagum sekaligus iri begitu saya melihat para lady boy yang muncul di pelataran parkir. Gila, cantik cantik dan sexy sekalee. Para lady boy yang berjumlah puluhan ini benar-benar membuat para pengunjung terpesona dan terpana dengan kecantikan dan keseksian mereka. Jangankan bagi para pengunjung pria yang terpana, kaum wanita pun dibuat iri pada mereka. Tinggi, ramping, kulit mulus, body sexy. Hampir mau koprol sambil bilang wow *lebay.com*. Kalau gak ada yang bilang mereka itu asalnya pria, hampir gak percaya rasanya kalau mereka bukan perempuan asli. Sumpah, jadi minder rasanya. Apalagi saat kami foto bersama para lady boy, oo rasanya kami jadi kebanting berada di tengah-tengah mereka. Perempuan beneran kalah cantik dan sexy sama lady boy :D Banyak pengunjung yang berfoto bersama para lady boy dengan pose pose unik, aneh sampai ‘mesum’. Wuakkak :D Para lady boy ini akan dengan senang hati melayani berfoto bersama.

Para lady boy yang cantik dan sexy juga sangat mengenal uang permisah, soalnya mereka akan meminta uang pada para pengunjung yang mengambil foto ataupun berfoto bersama mereka. Kalau dihitung-hitung banyak juga ya penghasilan mereka hanya dari tip semacam ini. Tertarik jadi lady boy? 

Berdasarkan informasi beberapa teman, para lady boy ini memang membutuhkan usaha, biaya dan keberanian besar untuk menjadi seperti itu. Karena banyak hal yang harus mereka lakukan, mulai dari suntik hormon rutin untuk mencegah jakun, bulu-bulu tubuh dan ciri-ciri lelaki lainnya muncul ke permukaan sampai operasi kelamin. Menurut teman  saya yang kuliah di Fakultas Kedokteran, operasi kelamin itu sangat menyakitkan loh. Jadi merinding denger ceritanya soal step by step operasi kelamin ini. Hanya orang-orang yang sudah benar-benar ingin jadi wanita dan siap lahir batin yang akan melakukan operasi ini. Karena sekali kelamin sudah operasi, selamanya tidak akan lagi bisa menjadi laki-laki normal. Rasa sakit, treatment dan biaya untuk pasca operasi yang dilakukan seumur hiduppun santgat besar. Jadi wajar saja kalau para lady boy di pertujukan giat mengumpulkan uang, karena untuk jadi seperti itu dan mempertahankannya sangat mahal.

Jam 7 malam, pertunjukan kabaret dimulai. Pertunjukan dilakukan di dalam panggung di dalam gedung. Selama satu setengah jam, para penonton dimanjakan dengan banyak atraksi tarian, nyanyian dan kostum dengan warna warni menarik. Mulai dari tarian daerah beberapa negara di dunia, burlesque ala cher, barbie girl dan macam-macam lainnya. Sayangnya, penggunaan kamera, video dan semacamnya dilarang selama pertunjukan berlangsung. Jadi kami tidak bisa mengabadikan moment tersebut. Padahal kalau difoto, kebayang meriah dan warna warninya foto yang akan dihasilkan. Secara keseluruhan, pertunjukan ini sangat menarik dan menghibur. Karena para lady boy yang tidak hanya mengandalkan penampilan fisik dan kostum, mereka juga pandai menari.

Setelah pertunjukan usai dan kembali sesi foto-foto di luar gedung dengan para lady boy, kami diantar kembali ke hotel. Membawa kekaguman sekaligus sedikit rasa iri terhadap para lady boy. Kami langsung packing-packing karena pesawat kami menuju Bangkok berangkat besok pagi.