Banyak orang terpikir bahwa
traveling hanya soal tujuan dan tempat-tempat indah serta pamer foto Dan check
in di sosial media. Banyak orang mengira kalau traveling hanya tentang
pengalaman Indah tanpa nelihat hal sebaliknya.
Kali ini saya tidak ingin
menceritakan tentang pengalaman menarik dan hal-hal baru yang saya temui.
Tiba-tiba saya ingin bercerita tentang pengalaman buruk dan tidak menyenangkan
yang pernah saya alami.
Soal ditinggal pesawat? Sudah biasaa.
Scam wisata? beberapa kali nemuin. Dijutekin orang sampe dianggap TKW? Beberapa
kali. Sampe harus diinterview polisi sebelum masuk imigrasi di negara tetangga
Brunei Darussalam juga pernah. Semua itu adalah pengalaman tidak menyenangkan
buat saya. Tapi Kali ini saya tidak ingin bercerita tentang hal-hal itu,
Mungkin lain kali, jika sempat dan muncul moodnya.
Semua teman pejalan, backpackers,
traveller, atau apapun namanya pasti pernah punya pengalaman tidak
menyenangkan. Termasuk juga saya. Dari berbagai pengalaman itu, ada satu trip yang
sampai detik ini masih saya anggap sebagai 'the
worst travel experience ever’, yaitu saat saya solo traveling ke Tana Toraja
beberapa waktu lalu.
Sekitar oktober atau November thn
2012 lalu, saat saya sedang jd pengacara alias pengangguran banyak acara, saya
diajak teman untuk ikut survey project milik salah satu instansi pemerintah.
Kebetulan saat itu saya kebagian area Makassar. Survey selesai beberapa hari sebelum
yang direncanakan. Sehingga kami masih punya waktu bebas beberapa hari sebelum
pulang ke Jakarta. Akhirnya saya memutuskan untuk solo traveling ke Tana Toraja.
Saya membeli tiket bus malam dari Makassar,
bus dijadwalkan tiba di Toraja esok harinya. Rencananya saya akan keliling
toraja dengan ojek seharian, lalu akan kembali ke Makassar malamnya menggunakan
bus malam.
Setelah Perjalanan sekitar 9 jam
dari makasar, sampailah saya di toraja sekitar jam 6 pagi. Sebenarnya ini bukanlah
kunjungan pertama kali saya ke sana. sebelumnya sudah beberapa kali saya
berkunjung ke Toraja. Sebagian besar karena urusan pekerjaan. Sesampainya di Rantepao-Tana
Toraja-, saya mencari ojek yang akan mengantar saya berkeliling. Saya sudah
terbiasa traveling solo, jadi tidak pernah ada masalah demgan ojek, sopir
rental mobil, yukang kapal dan sejenisnya. Hari itu, saya menggunakan jasa
tukang ojek lokal (lupa namanya, katakan saja si x). Setelah deal harga kami pun
mulai berkeliling Toraja.
Perjalanan sama sekali tidak ada
masalah sampai sore. Drama dimulai ketika sore menjelang senja. Saat sedang
asyik memotret, tiba-tiba kaki saya terantuk di tangga. Terkilirlah saya.
Menahan sakit dan meringis, kaki saya sempat diurut seadanya oleh ibu-ibu
setempat. Selanjutnya si ojek x, menawarkan saya untuk dibawa ke tukang urut
terdekat. Tanpa curiga sedikitpun, sayapun mengikuti dia.
Ternyata tukang ojek x malah membawa saya ke suatu tempat sepi, entah di mana.
Dalam keadaan bingung Dan kaki sakit, si x malah mendorong tubuh saya.
Astagfirullah, saya segera sadar klo si x punya niat buruk terhadap saya.
Sayapun meronta saat si x mulai mendekatkan tubuhnya ke saya Dan memegangi
tangan saya. Astagfirullah, Astagfirullah. Saya terus berdoa memohon
perlindungan Yang Kuasa. Dengan sekuatnya kaki saya menendang si x tepat di
bagian vitalnya. Selanjutnya saya langsung lari secepat kilat ke arah jalan yang
ramai. Selanjutnya langsung menghentikan ojek lain yang lewat untuk segera
menuju pool bis agar saya bisa segera kembali ke makasar Dan menjauh dari
kejaran ojek x.
Kalau dipikir-pikir, entah kekuatan
dari mana saya bisa lari secepat itu dalam keadaan kaki terkilir parah. The power of kepepet, Dan Alhamdulillah,
Allah masih melindungi saya.
Rasanya mau nangis, shocked
bercampur jadi satu. Mau lapor polisi, saya terlalu malas dengan kehebohan
selanjutnya. Tak percaya juga kalau polisi akan bisa membantu saya. Dalam
bayangan saya saat itu, yang ada malah saya bisa diinterogasi lama dan
bermacam-macam. Belum lagi resiko masuk media. Padahal besok siangnya saya sudah
harus naik pesawat kembali ke Jakarta. Yang ada dalam pikiran saya saat itu
adalah harus segera pulang.
Sesampainya di pool bus antar Kota,
saya segera memesan tiket bus menuju makasar. Waktu Baru menunjukan jam 7 malam.
Sedangkan bus Baru akan berangkat jam 9 malam. Waktu 2 jam itu saya gunakan
untuk menenangkan diri. Menahan diri agar tidak menangis tiba tiba atau bahkan
marah-marah. Si ojek x berkali kali menghubungi, namun tak saya hiraukan.
Sampai dia sms minta maafpun tak saya pedulikan. Shocked, marah, kesal,
bercampur jadi satu. Apa yang telah dia lakukan tak bisa selesai hanya dengan
kata maaf.
Jam 9, bus menuju Makaasar pun berangkat juga. Saya naik ke dalam bus dengan
ditolong kernet bus. Saya Baru menyadari kalau kaki saya semakin bengkak dan
membiru akibat terkilir tadi. Jangankan dipakai jalan atau berlari, digerakkan
saja sudah sangat sakit.
Di perjalanan saya gunakan untuk berpikir kenapa sampai saya hampir mengalami
pelecehan atau bahkan kejahatan seksual? Pakaian saya sopan dan tertutup. Saya
tidak pernah memakai pakaian ketat atau mini. Sikap saya juga tidak seolah
menggoda. Lantas kenapa? Saya jadi berinstrospeksi diri. Apakah yang salah dengan
saya? Apa karena saya terlalu cuek dan tidak waspada? Saya sudah sering
kemana-mana sendiri, dan Alhamdulillah semua baik-baik saja. Baru kali ini saya
mengalami hal separah ini. Ataukah saya yang terlalu polos hingga tak ada
curiga? Atau... Kenapa? Sepanjang perjalanan banyak Tanya dan diskusi di dalam diri
saya. Hingga saya lelah dan tertidur.
Ternyata, drama tak hanya sampai di situ. Paginya, bus tiba di daerah maros,
tak jauh dari bandara. Sopir bus memberhentikan bus ke dalam area polres Maros.
Kernet bus mengumumkan kepada seluruh penumpang agar mengecek semua barang
bawaannya. Dan menginfokan kepada petugas jika ada barang yang bilang.
Hadeuh... Ada apa lagi ini, pikirku. Langsung saja kucek tas day pack yang saya
bawa, tali retsletingnya tak bisa dibuka. Keras sekali. Tak lama kemudian, mas-mas
yang duduk di kursi 1 deret di belakang 2 baris dari saya melaporkan kalau
laptopnya bilang. Space yang tadinya diisi laptop sekarang sudah berganti dengan
buku tulis besar sebesar laptop. Oo.. Modus Baru ini, untuk mengelabui korbannya
sekilas tampak tidak ada yang hilang. Ajaib isinya sudah berganti. Langsung
saja semua penumpang lain mengecek satu satu barang bawaannya, termasuk saya.
Walaupun tas saya tetap tak bisa terbuka.
Tak lama kemudian, ajaibnya si mas mas yang kehilangan laptop menemukan
laptopnya di kolong kursi. Ha ha sepertinya sudah dikembalikan oleh si pencuri.
Tak lama kemudian, dua oramg bapak-bapak yang duduk di belakang saya berteriak kalau
sudah tidak ada lagi barang yang bilang. Laptop si mas tadi sudah ditemukan.
Mereka meminta bus segera melanjutkan perjalanan. Tetapi saya berteriak
menolak. Karena tas saya masih belum bisa dibuka. Jadi saya belum tau apakah
ada barang saya yang bilang.
Akhirnya oleh pak polisi tas saya diperiksa. Dan ternyata... Retsleting tas saya
dilem menggunakan lem kuat semacam lem alteco. OMG... Langsung saja pikiran
negatif muncul. Dan ternyata benar saja, setelah dibuka paksa, ketahuanlah klo
camera SLR dan external hard disk saya sudah raib entah ke mana. Dan sebagai,
sebungkus plastik hitam berisi aqua gelas mengisi tas saya.
Kontan saja saya panik, saya sedih kehilangan kamera SLR, Tapi saya lebih sedih
kehilangan external hard disk. Bagaimana tidak, di harddisk tersebutlah
tersimpan semua foto-foto perjalanan saya selama bertahun-tahun. Mo nangis
rasanya.
Tuhan, cobaan apa lagi ini.
Innalillahi wa inna illaihi rajiun.. Berulang saya ucapkan istighfar. Lemes
banget rasanya. Setelah terkilir Dan kaki bengkak segede gaban, hampir
mengalami kejahatan dan pelecehan seksual, terus sekarang kehilangan barang.
Semua terjadi dalam sehari. Hanya selang beberapa jam.
Petugas kepolisian langsung menggeledah seluruh isi tas penumpang bus. Dan
trala... Ajaibnya sekarang kamera SLR dan external hard disk saya sudah ada di
kolong kursi saya. Ajaib bukan?
Tak lama kemudian, polisi menetapkan 2 orang yang duduk di kursi belakang saya
sebagai tersangkanya. Bus diperbolehkan melanjutkan perjalanan, kecuali
beberapa orang, dua orang tersangka tadi, mas mas yang kehilangan laptop,
kernet bus Dan saya :(
Ya, saya Dan mas mas yang kehilangan laptop serta kernet bus diminta untuk
menjadi saksi. Kami pun diturunkan dari dalam bus, sementara bus pergi
meninggalkan kami di kantor polisi.
Usut punya usut, ternyata polisi memang sejak awal sudah mengincar dua orang
tersangka tadi. Mereka diduga anggota kelompok pencuri dalam bus antar kota yang
selama ini dicari polisi. Yang menjadi petunjuk polisi adalah ketika dua orang
tersangka membeli tiket dengan menggunakan nomor HP yang sama dengan korban
pencurian di dalam bus sebelumnya. Polisi memerlukan bukti tangan dan saksi
untuk menangkap si tersangka. Dan jadilah kami di sini, diinterogasi di kantor
polisi sebagai saksi.
Sungguh, menjadi saksi kejahatan di Indonesia itu sangat tidak enak. Bayangkan
saja, saya sampai diinterogasi beberapa kali tentang hal yang sama oleh
beberapa petugas yang berbeda. Belum lagi harus berpindah dari satu ruangan ke
ruangan lainnya. Padahal ya, dengan kondisi kaki saya yang bengkak segede
gaban, berdiri saja susah, eh, ini malah disuruh mondar mandir. Serasa
dipingpong. Saya jadi heran, sebegitu tidak professionalnyakah aparat
kepolisian kita? Bukannya harusnya cukup satu kali ditanya-tanya, lalu dibuat
berita acara terus selesai? Kok jadi saksi diperlakukan seperti tersangka?
Padahal saya harus segera ke bandara kalau tidak akan ketinggalan pesawat ke
Jakarta?
Belum lagi barang-barang saya, yaitu kamera SLR dan external hard disk serta
tas saya yang tadi dilem alteco diminta
polisi untuk ditinggal untuk dijadikan barang bukti :( OMG... Apa lagi ini.
Pihak kepolisian tidak berani berjanji akan sampai kapan barang saya tersebut akan
disimpan, termasuk juga polisi tidak berani menjamin kalau barang-barang
tersebut tidak rusak. Dengan seenaknya mereka bilang akan menginfokan klo kasusnya
sudah selesai sehingga saya bisa mengambil' barang-barang saya. Terus saya ke
Jakarta pakai apa Pak kalau tas saya disita? Apa saya harus pakai kantong
kresek gitu ke bandara? Belum lagi saya harus mengambil sendiri gitu barang-barang
saya dari Jakarta ke Makasar begitu kasusya selesai? Denga biaya sendiri??
Belum lagi saya tidak percaya kalau barang-barang saya tidak akan hilang
ataupun rusak. Tidak, saya sama sekali tidak percaya dengan polisi. Apalagi
jika melihat ketidakprofesionalan mereka saat memeriksa saksi.
Kemudian saya dan si mas yang jadi saksi juga itu sepakat, kalau kami tidak
bersedia barang-barang kami disita. Jika polisi bersikeras, silahkan cari saksi
lain. Dan untungnya, si mas tadi punya keluarga di kejaksaan dan pengacara. Dia
mengancam akan mempersalahkan hal ini jika polisi tetap memaksa. Akhirnya ada
jalan tengah, barang-barang kami cukup difoto sebagai pelengkap kesaksian kami
sebelumnya.
Interogasi selesai, barang tidak jadi disita, sekarang tinggal masalah
bagaimana caranya saya ke bandara? Kami sudah ditinggal bus yang kami tumpangi
sebelumnya Dan waktu sudah hampir jam 10 pagi, padahal pesawat saya sudah
berangkat jam 12 ini. Untungnya, Pak Kapolsek akhirnya berbaik hati
mengantarkan saya ke bandara.
Dengan kaki bengkak dan jalan
terseok, serta shocked saya akhirnya bisa pulang ke Jakarta.
Moral of the story :
1. Harus selalu waspada, kapanpun, di manapun.
2. Kalau solo traveling, wanita sebaiknya membawa alat simple pertahanan diri,
spray merica misalnya.
3. Harus aware dengan kondisi sekitar, klo tidur di dalam bus atau kendaraan
umum lainnya, jangan terlalu pulas.
4. Selalu cek semua barang bawaan dan isi tas sebelum turun dari bus atau
kendaraan umum apapun.
5. Banyak-banyak berdoa, karena cuma Dia-lah Maha Penolong atas segala yang
tejadi pada kita
6.
Jika memang sampai hampir ada tindak kejahatan dan pelakuknya adalah pria. Melawanlah,
serang bagian vitalnya. Tendang sekuat-kuatnya :D .
7. Etc.. Akan ditambah lagi kalau sempat :D
I Gusti Ngurah Rai International Airport of Bali, 2 November 2015
Erry, yang lagi suka flashback sebagai bahan instrospeksi diri.