Esok paginya, kami berangkat ke
Krabi dengan menumpang sebuah minivan bertarif RM60/orang. Perjalanan dari
Penang ke Krabi normalnya memakan waktu sekitar 6-8 jam. Tergantung banyak hal,
terutama nasib. Karena minivan yang harus muter-muter dulu untuk menjemput para
penumpang sebelum berangkat ke luar kota. Dalam perjalanan minivan harus
berhenti beberapa kali untuk makan siang, di perbatasan dan ganti van.
Seperti di perbatasan sebelumnya,
kami tidak mengalami kendala saat
melintasi perbatasan. Setelah melewati perbatasan, Minivan berhenti sekitar 1
jam untuk istirahat makan siang. Kesan pertama makanan Thailand : maknyus. Padahal
ini hanya warung biasa dengan menu rumahan biasa. Tapi rasanya enak dan
harganya pun bersahabat untuk kocek gembel traveller seperti kami.
Kami harus berganti van di Surathani
dan harus menunggu sekitar satu jam sebelum melanjutkan perjalanan ke Krabi. Di
minivan dari surathani ini kami bertemu 4 orang rombongan tourist ABG asal Riau
– Indonesia dengan bawaan rempong. Bayangkan, minivan sebesar itu harus
dijejeli penumpang yang mepet dan tas-tas trolly mereka yang segede gaban.
OMG!! Belum lagi gaya mereka yang ampun DJ… ‘sok mengkota’ banget!! Ada yang
bawa bantal n boneka segala. Gubrak!!
Jadi tengsin gw sebagai orang yang berasal dari negara yang sama.
Selain saya, Dahlia dan 4 orang
ABG tadi, ada beberapa orang bule. Dan masing-masing asyik dengan pasangannya
boo. Emang dasar bule ya, mereka cuek aja tuh pegang-pegangan , peluk-pelukan dan
cium-ciuman di minivan penuh penumpang kaya gitu. Serasa dunia milik berdua
cuy. Yang laen ngontrak.
Setelah hampir 9 jam perjalanan, pada
pukul 4 sore sampai juga kami di Krabi Town. Sebenarnya sopir minivan
menawarkan untuk mengantarkan kami sampai Ao Nang tetapi dengan biaya tambahan
sebesar 500 baht per orang atau sekitar
150 ribu rupiah/orang. Ditawarpun jatuhnya hanya 300 baht. Nehi!! It’s too expensive. Mau coba ngegetok,
dia pikir kami gak tau pasaran harga di sana apa? *keki setengah mati*.
Akhirnya kami memutuskan turun di Krabi town.
Dari Krabi town, kami menumpang
angkutan umum semacam delman tetapi menggunakan tenaga motor menuju Ao Nang
dengan tarif 50 Baht per orang. Ini adalah tarif sore dan malam, kalau siang
hari tarifnya hanya 40 baht atau sekitar 12 ribu rupiah per orang. Pak supir
mengantarkan kami ke depan gang hotel tempat kami menginap. Menurutnya kami
harus berjalan kaki ke dalam sejauh 500 m. That’s
‘good’ news.
Kami terus berjalan menyusuri
jalan yang ditunjuk si bapak supir tadi. 10 menit..20 menit.. rasanya gak
sampai-sampai. Mana jalanan menanjak dan hari semakin gelap plus kami harus
berjalan dengan barang bawaan segede gaban. Hampir putus asa karena tak jua ada
tanda-tanda kehadiran si Hotel. Ao Nang Cliff View Resort. Dari namanya
sepertinya bukan isapan jempol. Kami curiga hotel ini beneran terletak di
‘cliff’ atau tebing di atas bukit. Mampus!! Kami semakin panik. Ditambah lagi
lampu penerangan yang terbatas. Semakin ke dalam semakin gelap dan terdengar
suara alam. Panik makin menjadi apalagi ketika nomor telpon hotel yang tertera
di bukti booking hotel online tidak bisa dihubungi karena sibuk terus. Saya dan
Dahlia sempat berdebat dan hampir ‘berduel’ di tengah jalan. Bayangkan, kami
hanya berdua, dua cewek berbawaan segede gaban mendaki jalan menaik menuju
hutan, gelap, tanpa penerangan cukup, tak tahu pasti di mana hotelnya berada,
apakah kami nyasar atau tidak dan yang paling penting, ini di negri orang yang
kami tidak mengerti bahasanya! Sungguh sesuatu banget! *take a deep breath*
Untungnya kami cukup waras untuk tidak bunuh-bunuhan di negri orang.
Kami memberanikan diri untuk
terus berjalan ke atas (dengan menyimpan pisau lipat di dalam saku pastinya). Kami
kegirangan saat melihat bangunan dengan lampu-lampu benderang seperti hotel.
Ternyata, bangunan yang kami lihat itu bukan hotel yang kami tuju, tetapi
paling tidak kami mulai percaya diri kalau di sekitar situ ada kehidupan dan
penginapan. Ternyata dugaan kami benar, tak jauh dari situ terlihatlah papan
nama yang kami rindukan. Papan penunjuk arah panah Ao Nang Cliff View Resort, 100
m. Thanks God, we take the right way.
Finally, we are arrived at the hotel! Hampir teriak bahagia rasanya
begitu melihat gerbang hotel. Ao Nang Cliff View Resort benar-benar sesuai
namanya. Terletak persis di bawah tebing yang sekelilingnya hutan. Jadi kita
bisa mendengar suara monyet dan suara alam lainnya di sini. Setelah check-in
kami diantar ke kamar kami . Jalan menuju ke kamar juga lumayan jauh dari
gerbang plus banyak pepohonan di kanan kiri jalan. Jadi jangan iseng celingak
celinguk berjalan di waktu malam kalau tidak mau melihat ‘sesuatu’. Kamar kami yang
bernomor C10 adalah sebuah bungalow kayu yang sangat unik dengan satu tempat
tidur double (tanpa ranjang), kipas angin dan kamar mandi dalam. Seperti
umumnya bungalow, bahan dasar bangunannya adalah kayu dan bambu. Kesan pertama,
I love this place. Walaupun butuh perjuangan mencapai tempat ini, but it’s worthed enough. Dengan harga 450 baht atau sekitar 130 ribu
rupiah/malam, tempat ini membuat kami merasa jadi orang kaya!
Oh ya, saat check-in tadi, kami
baru tahu kalau sebenarnya ada shuttle dari dan menuju hotel ini dari jalan
raya dekat pantai. OMG!! Kalau tahu begitu ngapain juga kami harus mendaki dan
hampir duel tadi?? *head bang* Pantas
saja, dari tadi mikir, masa sih ada hotel yang lokasinya terpencil begini.
Orang pada malas kali datang ke sana, kecuali orang-orang seperti kami yang
hanya booking via internet tanpa tahu kondisi aktualnya.
Kami lelah, kelaparan dan lengket
akut. Cucian kotor mulai banyak dan kami memang akan beberapa hari di sini.
Jadi kami mulai unpacking barang
sebelum mandi, beres-beres dan makan malam. Seger banget rasanya setelah
membersihkan badan. Restoran di hotel menyajikan beberapa menu makan khas
Thailand dan internasional. Rasanya enak dan harganya yang murah. Dengan 150
baht untuk dua orang kami bisa makan enak, kenyang dan aman. Karena makanan di
tempat ini halal seperti pada umumnya di daerah Thailand Selatan.
0 komentar:
Posting Komentar