Pages

Selasa, 03 November 2015

Trip Pengobat Sakit Hati. Part1

Seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya, karena batal ke bengkulu untuk menyelesaikan propinsi terakhir dari 34 propinsi di Indonesia, sayapun malah nyangkut di Bali.

Sabtu, 31 Oktober pagi saya sudah sampai di bandara Soekarno- Hatta. Jam keberangkatan saya ke Bali kebetulan hampir sama dengan jadwal di rencana awal saya ke Bengkulu. Melihat tulisan Bengkulu di bandara kok ya rasanya jadi gimana gitu. Masih tersisa kesal Dan sakit hati.

Saya naik pesawat Garuda Indonesia tujuan Denpasar yang jam 8 pagi. Begitu sampai di dalam pesawat, ternyata penerbangan itu menggunakan pesawat anyar keluaran Boeing, yaitu Boeing 777-300 ER.

Saya tiba di Denpasar sekitar jam 11 pagi waktu setempat. Keluar dari ruang kedatangan, saya langsung menuju minimarket terdekat. Tujuannya selain membeli minum, juga untuk mencharge HP untuk browsing sambil menunggu teman. Dari hasil googling, saya mendapatkan rentalan motor dengan tarif 65 ribu Rupiah/ hari. Memang sih, tarifnya lebih mahal daripada klo menyewa di sekitaran Kuta yang hanya 50 ribu Rupiah/hari. Tapi kakalu menyewa motor dari bandara, Kita tidak perlu repot ke Kuta dulu Dan untuk mengemBalikan juga tidak harus ke Kuta lagi. Jatuhnya sewa motor di bandara lebih efisien. Dengan catatan barang bawaan Kita tidak banyak. Karena tidak Mungkin kan naik motor bawa2 tas trolly atau backpack segede gaban? :p

Sekitar jam 11 an, Nelly-teman saya pun sampai. Setelah sholat zuhur, kamipun berangkat.
Saya sudah sering sekali ke Bali. Tp Baru kali ini menggunakan motor. Jadi rasanya excited sekali.

Rute kami hari ini adalah airport-Ubud. Dan mampir di beberapa tempat sepanjang jalan, seperti pantai sanur. Traveling dengan motor memberi kita kesempatan untuk melihat lebih banyak hal, lebih mempelajari jalan dan bisa mampir di mana saja. Nelly Baru sekali ini menggunakan kaki di Bali. Jadi saya berperan sebagai navigator. Bermodalkan Peta (hardcopy & Google map) dan GPS, alias Global 'Petakonan' System :D

Sekitar jam 5 sore kamipun tiba di Ubud. Kamipun langsung menuju hotel yang telah kami booking sebelumnya via agoda. Hotel Arjuna 2 terletak di jalan Arjuna, tak jauh dari Ubud market. Area ini memang area hotel-hotel backpacker yang murah meriah. Dulu saya pikir, hotel di area  Ubud mahal semua. Tapi ternyata tidak juga. Kamar yang kami sewa tarif nya sebesar 135 ribu rupiah/ malam, include breakfast. Kamarnya bersih dan nyaman.

Malam pertama kami di Ubud kami isi dengan menonton pertunjukan tari kecak di pura di jl. Hanoman Ubud.

Setelah makan malam, kamipun istirahat  untuk mempersiapkan diri untuk esok

Bojonggede, 3 November 2015
Erry, yang lagi duduk manis di dalam Angkot dari stasiun menuju rumah.

Senin, 02 November 2015

Flash Back: The Worst Travel Experience Ever


Banyak orang terpikir bahwa traveling hanya soal tujuan dan tempat-tempat indah serta pamer foto Dan check in di sosial media. Banyak orang mengira kalau traveling hanya tentang pengalaman Indah tanpa nelihat hal sebaliknya.

Kali ini saya tidak ingin menceritakan tentang pengalaman menarik dan hal-hal baru yang saya temui. Tiba-tiba saya ingin bercerita tentang pengalaman buruk dan tidak menyenangkan yang pernah saya alami.

Soal ditinggal pesawat? Sudah biasaa. Scam wisata? beberapa kali nemuin. Dijutekin orang sampe dianggap TKW? Beberapa kali. Sampe harus diinterview polisi sebelum masuk imigrasi di negara tetangga  Brunei Darussalam juga pernah. Semua itu adalah pengalaman tidak menyenangkan buat saya. Tapi Kali ini saya tidak ingin bercerita tentang hal-hal itu, Mungkin lain kali, jika sempat dan muncul moodnya.

Semua teman pejalan, backpackers, traveller, atau apapun namanya pasti pernah punya pengalaman tidak menyenangkan. Termasuk juga saya. Dari berbagai pengalaman itu, ada satu trip yang sampai detik ini masih saya anggap sebagai 'the worst travel experience ever’, yaitu saat saya solo traveling ke Tana Toraja beberapa waktu lalu.

Sekitar oktober atau November thn 2012 lalu, saat saya sedang jd pengacara alias pengangguran banyak acara, saya diajak teman untuk ikut survey project milik salah satu instansi pemerintah. Kebetulan saat itu saya kebagian area Makassar. Survey selesai beberapa hari sebelum yang direncanakan. Sehingga kami masih punya waktu bebas beberapa hari sebelum pulang ke Jakarta. Akhirnya saya memutuskan untuk solo traveling ke Tana Toraja.

Saya membeli tiket bus malam dari Makassar, bus dijadwalkan tiba di Toraja esok harinya. Rencananya saya akan keliling toraja dengan ojek seharian, lalu akan kembali ke Makassar malamnya menggunakan bus malam.

Setelah Perjalanan sekitar 9 jam dari makasar, sampailah saya di toraja sekitar jam 6 pagi. Sebenarnya ini bukanlah kunjungan pertama kali saya ke sana. sebelumnya sudah beberapa kali saya berkunjung ke Toraja. Sebagian besar karena urusan pekerjaan. Sesampainya di Rantepao-Tana Toraja-, saya mencari ojek yang akan mengantar saya berkeliling. Saya sudah terbiasa traveling solo, jadi tidak pernah ada masalah demgan ojek, sopir rental mobil, yukang kapal dan sejenisnya. Hari itu, saya menggunakan jasa tukang ojek lokal (lupa namanya, katakan saja si x). Setelah deal harga kami pun mulai berkeliling Toraja. 

Perjalanan sama sekali tidak ada masalah sampai sore. Drama dimulai ketika sore menjelang senja. Saat sedang asyik memotret, tiba-tiba kaki saya terantuk di tangga. Terkilirlah saya. Menahan sakit dan meringis, kaki saya sempat diurut seadanya oleh ibu-ibu setempat. Selanjutnya si ojek x, menawarkan saya untuk dibawa ke tukang urut terdekat. Tanpa curiga sedikitpun, sayapun mengikuti dia.

Ternyata tukang ojek x malah membawa saya ke suatu tempat sepi, entah di mana. Dalam keadaan bingung Dan kaki sakit, si x malah mendorong tubuh saya. Astagfirullah, saya segera sadar klo si x punya niat buruk terhadap saya. Sayapun meronta saat si x mulai mendekatkan tubuhnya ke saya Dan memegangi tangan saya. Astagfirullah, Astagfirullah. Saya terus berdoa memohon perlindungan Yang Kuasa. Dengan sekuatnya kaki saya menendang si x tepat di bagian vitalnya. Selanjutnya saya langsung lari secepat kilat ke arah jalan yang ramai. Selanjutnya langsung menghentikan ojek lain yang lewat untuk segera menuju pool bis agar saya bisa segera kembali ke makasar Dan menjauh dari kejaran ojek x.

Kalau dipikir-pikir, entah kekuatan dari mana saya bisa lari secepat itu dalam keadaan kaki terkilir parah. The power of kepepet, Dan Alhamdulillah, Allah masih melindungi saya.

Rasanya mau nangis, shocked bercampur jadi satu. Mau lapor polisi, saya terlalu malas dengan kehebohan selanjutnya. Tak percaya juga kalau polisi akan bisa membantu saya. Dalam bayangan saya saat itu, yang ada malah saya bisa diinterogasi lama dan bermacam-macam. Belum lagi resiko masuk media. Padahal besok siangnya saya sudah harus naik pesawat kembali ke Jakarta. Yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah harus segera pulang. 

Sesampainya di pool bus antar Kota, saya segera memesan tiket bus menuju makasar. Waktu Baru menunjukan jam 7 malam. Sedangkan bus Baru akan berangkat jam 9 malam. Waktu 2 jam itu saya gunakan untuk menenangkan diri. Menahan diri agar tidak menangis tiba tiba atau bahkan marah-marah. Si ojek x berkali kali menghubungi, namun tak saya hiraukan. Sampai dia sms minta maafpun tak saya pedulikan. Shocked, marah, kesal, bercampur jadi satu. Apa yang telah dia lakukan tak bisa selesai hanya dengan kata maaf.

Jam 9, bus menuju Makaasar pun berangkat juga. Saya naik ke dalam bus dengan ditolong kernet bus. Saya Baru menyadari kalau kaki saya semakin bengkak dan membiru akibat terkilir tadi. Jangankan dipakai jalan atau berlari, digerakkan saja sudah sangat sakit.

Di perjalanan saya gunakan untuk berpikir kenapa sampai saya hampir mengalami pelecehan atau bahkan kejahatan seksual? Pakaian saya sopan dan tertutup. Saya tidak pernah memakai pakaian ketat atau mini. Sikap saya juga tidak seolah menggoda. Lantas kenapa? Saya jadi berinstrospeksi diri. Apakah yang salah dengan saya? Apa karena saya terlalu cuek dan tidak waspada? Saya sudah sering kemana-mana sendiri, dan Alhamdulillah semua baik-baik saja. Baru kali ini saya mengalami hal separah ini. Ataukah saya yang terlalu polos hingga tak ada curiga? Atau... Kenapa? Sepanjang perjalanan banyak Tanya dan diskusi di dalam diri saya. Hingga saya lelah dan tertidur.

Ternyata, drama tak hanya sampai di situ. Paginya, bus tiba di daerah maros, tak jauh dari bandara. Sopir bus memberhentikan bus ke dalam area polres Maros. Kernet bus mengumumkan kepada seluruh penumpang agar mengecek semua barang bawaannya. Dan menginfokan kepada petugas jika ada barang yang bilang.

Hadeuh... Ada apa lagi ini, pikirku. Langsung saja kucek tas day pack yang saya bawa, tali retsletingnya tak bisa dibuka. Keras sekali. Tak lama kemudian, mas-mas yang duduk di kursi 1 deret di belakang 2 baris dari saya melaporkan kalau laptopnya bilang. Space yang tadinya diisi laptop sekarang sudah berganti dengan buku tulis besar sebesar laptop. Oo.. Modus Baru ini, untuk mengelabui korbannya sekilas tampak tidak ada yang hilang. Ajaib isinya sudah berganti. Langsung saja semua penumpang lain mengecek satu satu barang bawaannya, termasuk saya. Walaupun tas saya tetap tak bisa terbuka.

Tak lama kemudian, ajaibnya si mas mas yang kehilangan laptop menemukan laptopnya di kolong kursi. Ha ha sepertinya sudah dikembalikan oleh si pencuri. Tak lama kemudian, dua oramg bapak-bapak yang duduk di belakang saya berteriak kalau sudah tidak ada lagi barang yang bilang. Laptop si mas tadi sudah ditemukan. Mereka meminta bus segera melanjutkan perjalanan. Tetapi saya berteriak menolak. Karena tas saya masih belum bisa dibuka. Jadi saya belum tau apakah ada barang saya yang bilang.

Akhirnya oleh pak polisi tas saya diperiksa. Dan ternyata... Retsleting tas saya dilem menggunakan lem kuat semacam lem alteco. OMG... Langsung saja pikiran negatif muncul. Dan ternyata benar saja, setelah dibuka paksa, ketahuanlah klo camera SLR dan external hard disk saya sudah raib entah ke mana. Dan sebagai, sebungkus plastik hitam berisi aqua gelas mengisi tas saya.

Kontan saja saya panik, saya sedih kehilangan kamera SLR, Tapi saya lebih sedih kehilangan external hard disk. Bagaimana tidak, di harddisk tersebutlah tersimpan semua foto-foto perjalanan saya selama bertahun-tahun. Mo nangis rasanya.

Tuhan, cobaan apa lagi ini. Innalillahi wa inna illaihi rajiun.. Berulang saya ucapkan istighfar. Lemes banget rasanya. Setelah terkilir Dan kaki bengkak segede gaban, hampir mengalami kejahatan dan pelecehan seksual, terus sekarang kehilangan barang. Semua terjadi dalam sehari. Hanya selang beberapa jam.

Petugas kepolisian langsung menggeledah seluruh isi tas penumpang bus. Dan trala... Ajaibnya sekarang kamera SLR dan external hard disk saya sudah ada di kolong kursi saya. Ajaib bukan?

Tak lama kemudian, polisi menetapkan 2 orang yang duduk di kursi belakang saya sebagai tersangkanya. Bus diperbolehkan melanjutkan perjalanan, kecuali beberapa orang, dua orang tersangka tadi, mas mas yang kehilangan laptop, kernet bus Dan saya :(

Ya, saya Dan mas mas yang kehilangan laptop serta kernet bus diminta untuk menjadi saksi. Kami pun diturunkan dari dalam bus, sementara bus pergi meninggalkan kami di kantor polisi.

Usut punya usut, ternyata polisi memang sejak awal sudah mengincar dua orang tersangka tadi. Mereka diduga anggota kelompok pencuri dalam bus antar kota yang selama ini dicari polisi. Yang menjadi petunjuk polisi adalah ketika dua orang tersangka membeli tiket dengan menggunakan nomor HP yang sama dengan korban pencurian di dalam bus sebelumnya. Polisi memerlukan bukti tangan dan saksi untuk menangkap si tersangka. Dan jadilah kami di sini, diinterogasi di kantor polisi sebagai saksi.

Sungguh, menjadi saksi kejahatan di Indonesia itu sangat tidak enak. Bayangkan saja, saya sampai diinterogasi beberapa kali tentang hal yang sama oleh beberapa petugas yang berbeda. Belum lagi harus berpindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Padahal ya, dengan kondisi kaki saya yang bengkak segede gaban, berdiri saja susah, eh, ini malah disuruh mondar mandir. Serasa dipingpong. Saya jadi heran, sebegitu tidak professionalnyakah aparat kepolisian kita? Bukannya harusnya cukup satu kali ditanya-tanya, lalu dibuat berita acara terus selesai? Kok jadi saksi diperlakukan seperti tersangka? Padahal saya harus segera ke bandara kalau tidak akan ketinggalan pesawat ke Jakarta?

Belum lagi barang-barang saya, yaitu kamera SLR dan external hard disk serta tas saya yang tadi  dilem alteco diminta polisi untuk ditinggal untuk dijadikan barang bukti :( OMG... Apa lagi ini. Pihak kepolisian tidak berani berjanji akan sampai kapan barang saya tersebut akan disimpan, termasuk juga polisi tidak berani menjamin kalau barang-barang tersebut tidak rusak. Dengan seenaknya mereka bilang akan menginfokan klo kasusnya sudah selesai sehingga saya bisa mengambil' barang-barang saya. Terus saya ke Jakarta pakai apa Pak kalau tas saya disita? Apa saya harus pakai kantong kresek gitu ke bandara? Belum lagi saya harus mengambil sendiri gitu barang-barang saya dari Jakarta ke Makasar begitu kasusya selesai? Denga biaya sendiri?? Belum lagi saya tidak percaya kalau barang-barang saya tidak akan hilang ataupun rusak. Tidak, saya sama sekali tidak percaya dengan polisi. Apalagi jika melihat ketidakprofesionalan mereka saat memeriksa saksi.

Kemudian saya dan si mas yang jadi saksi juga itu sepakat, kalau kami tidak bersedia barang-barang kami disita. Jika polisi bersikeras, silahkan cari saksi lain. Dan untungnya, si mas tadi punya keluarga di kejaksaan dan pengacara. Dia mengancam akan mempersalahkan hal ini jika polisi tetap memaksa. Akhirnya ada jalan tengah, barang-barang kami cukup difoto sebagai pelengkap kesaksian kami sebelumnya.

Interogasi selesai, barang tidak jadi disita, sekarang tinggal masalah bagaimana caranya saya ke bandara? Kami sudah ditinggal bus yang kami tumpangi sebelumnya Dan waktu sudah hampir jam 10 pagi, padahal pesawat saya sudah berangkat jam 12 ini.  Untungnya, Pak Kapolsek akhirnya berbaik hati mengantarkan saya ke bandara.

Dengan kaki bengkak dan jalan terseok, serta shocked saya akhirnya bisa pulang ke Jakarta.


Moral of the story :
1. Harus selalu waspada, kapanpun, di manapun.
2. Kalau solo traveling, wanita sebaiknya membawa alat simple pertahanan diri, spray merica misalnya.
3. Harus aware dengan kondisi sekitar, klo tidur di dalam bus atau kendaraan umum lainnya, jangan terlalu pulas.
4. Selalu cek semua barang bawaan dan isi tas sebelum turun dari bus atau kendaraan umum apapun.
5. Banyak-banyak berdoa, karena cuma Dia-lah Maha Penolong atas segala yang tejadi pada kita


6. Jika memang sampai hampir ada tindak kejahatan dan pelakuknya adalah pria. Melawanlah, serang bagian vitalnya. Tendang sekuat-kuatnya :D .
7. Etc.. Akan ditambah lagi kalau sempat :D


I Gusti Ngurah Rai International Airport of Bali, 2 November 2015

Erry, yang lagi suka flashback sebagai bahan instrospeksi diri.

Tak Ada Bengkulu, Bali pun Jadi. Mimpi Yang Tertunda

Setelah dari Kepulauan Riau bukan Maret 2015 lalu, target saya selanjutnya adalah Bengkulu. Hanya tinggal propinsi ini saja dari seluruh 34 propinsi di Indonesia yang belum saya kunjungi. Sebagai tahapan final dari rangkaian perjalanan saya untuk meraih mimpi keliling Indonesia tercinta.

Plan awal, saya ingin ke Bengkulu pada saat libur 17 Agustus lalu. Akan tetapi karena situasi belum memungkinkan karena saat itu saya masih sibuk dengan urusan pindah rumah baru. Rencana itupun batal dan belum tau kapan lagi rencananya.

Baru pada akhir September lalu, saat ada even GATF, teman saya yang tau kalau saya ingin ke Bengkulu mengajak saya ke sana. Karena itu juga  salah satu target dia. Kalau saya ini adalah propinsi ke-34, buat dia ini adalah propinsi ke-30.

Akhirnya tiket sudah di tangan dengan rencana perjalanan yang kebetulan bersamaan dengan hari ulang thn saya. Saya memutuskan kalau trip ini akan jadi kado ulang tahun dari saya, untuk diri saya sendiri. Excited itu pasti. Walaupun awalnya beberapa teman sempat menanyakan apakah tepat saya ke sana di saat kabut asap sumatra yang tak kunjung reda. Tapi saat itu, saya optimis karena biasanya akhir oktober Dan awal November sudah mulai turun hujan dan asap pun mereda.

Semua sudah direncanakan, itinerary, rental motor selama di Sana sampai booking hotel. Sampai akhirnya drama itupun tiba.

Mulai dari cancel flight Garuda H-3 keberangkatan, terus berganti Citilink yang kami juga cancel. Sampai akhirnya kami membeli tiket Nam Air yang nahasnya juga cancel. Baru kali ini saya benar-benar merasa dizhalimi maskapai nasional, secara bersama dan berturut- turut. 3x beli tiket pesawat, 3x pula cancel flight. Kami yakin kalau cancel flight itu bukan karena kabut asap. Karena sejak awal Bengkulu tidak termasuk parah terkena dampaknya. Pun hujan sudah turun sehingga asap juga  sudah mereda.

Kerugian yang cukup banyak baik itu materi maupun non materi. Sampai akhirnya kami memutuskan membatalkan rencana ke sana hanya 1 hari, bahkan hanya 14 jam sebelum rencana awal keberangkatan. Saat itu saya berpikir jika sudah sampai ada halangan 3x terus kami paksakan, khawatir malah akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Sedih, kecewa itu pasti. Rasanya seperti mimpi yang sudah di depan mata terus lepas begitu saja. Seperti patah hati akan cinta yang kandas (itu lebay sih :p).

Saya tidak akan membahas detail soal semena-menanya maskapai nasional. Tulisan teman saya ini sudah sangat mewakili ceritanya. Apalagi dialah yang selama ini melakukan booking tiket dan hotel serta pengurusan ke maskapai. Sehingga dialah yang lebih tahu bagaimana ribetnya berurusan dengan maskapai yang mau seenaknya saja.

https://radenfirmansyah.wordpress.com/2015/10/30/semena-menanya-maskapai-lokal/

Lelah, kecewa itu pasti. Karena batal sudah kado ulang tahun untuk diri sendiri tahun ini. Apalagi saya sudah mengambil cuti 1 hari. Saya termasuk orang yang pelit cuti. Kalau tidak penting sekali tidak akan mengambil cuti. Akhirnya saya memutuskan untuk berganti rencana. Putar haluan.

Tetiba teringat seorang teman yang terakhir saya tau sedang kuliah di Bandung. Hari jumat jam 4 sore lewat saya menghubungi nomor Hpnya. Singkat cerita, ternyata teman saya itu saat ini sedang cuti akademik dan bekerja di Surabaya. Dia mengajak saya 'escape' ke Bali. Tanpa pikir panjang sayapun mengiyakan Dan mencari tiket. Di saat yang sama teman saya langsung menuju terminal bus Bungurasih Surabaya untuk go show mencari tiket  bus malam ke Denpasar. Dalam hal perjalanan, saya biasanya suka merencanakan perjalanan secara detail dan terencana. Akan tetapi jika semua rencana buyar di depan mata, spontan dan impulsive  adalah salah satu jalan keluarnya.
Jadilah saya terbang ke Bali untuk mengobati luka hati. Tak ada Bengkulu, plan ke Bandung atau berdiam di rumah di Bojong Bogor, akhirnya saya malah nyangkut di Bali. Semuanya berawalan huruf B. Enjoy Bali untuk ke sekian kali :)

Happy birthday to me.. Wish me all the best :)

Ubud, 2 November 2015.
Erry, yang berusaha menikmati hidup di umur yang kesekian.

Flash back : Pengalaman Pertama si Norak Naik Pesawat

Sejak kecil, saya sudah bermimpi untuk bisa keliling Indonesia Dan dunia. Walaupun saat itu hanya sekedar mimpi anak kecil. Tanpa dasar dan tak terpikir biaya.

Karena berasal dari keluarga yang ekonominya biasa saja, bahkan sampai lulus kuliah, tempat terjauh yang pernah saya datangi adalah Pekalongan, karena itu adalah kota asal orangtua. Selebihnya adalah Bogor. Itu juga  karena saya kuliah di sana.

Baru pada tahun 2005, tak lama setelah diterima bekerja di sebuah perusahaan telco asal German, saya memulai perjalanan keluar dari tempurung. Horee...

Sekitar Des 2005, saya dikirim ke Surabaya. Perjalanan dengan pesawat terbang pertama saya. Seperti layaknya orang yang baru pertama kali naik pesawat, banyak kejadian norak yang terjadi. Mulai dari bangun kesiangan, kena macet di jalan karena ada kecelakaan di jalan tol, hingga hampir ketinggalan pesawat, bagasi yang tak bisa lagi masuk pesawat karena sudah ditutup, gunting yang terbawa di tas kabin sehingga harus dibongkar untuk dikeluarkan. Dan parahnya lagi boarding pass, hp dan dompet saya terbawa teman yang dengan tenangnya boarding duluan dan meninggalkan saya yang tertahan di belakang tanpa boarding pass n kartu identitas. Oh NO :(

Drama selanjutnya ketika saya sempat diintetogasi petugas karena tidak membawa boarding pass Dan kartu identitas. Walaupun akhirnya petugas maskapai percaya kalau saya benar penumpang mereka dan akhirnya diijinkan masuk gate, drama selanjutnya dimulai. Karena ternyata pesawat sudah mulai berjalan dan meninggalkan garbarata. Akhirnya saya pun diantar menggunakan kendaraan bandara untuk mengejar pesawat. Mengejar di sini bukanlah sebuah kata kiasan semata, akan tetapi memang kami mengejar pesawat yang sudah berjalan dan siap take off. Serasa di adegan film action ketika sang jagoan mengejar penjahat yang mau kabur atau jadi seperti film drama ketika sang tokoh mengejar cintanya yang hendak pergi jauh untuk menyatakan cinta. Ciee..

Jika dipikir sekarang, untung waktu itu menggunakan maskapai Garuda, jika menggunakan maskapai yang lain, apalagi jika  si lie air, pastinya  sudah di tinggal pesawat begitu saja.

Setelah adegan kejar kejaran dengan pesawat, akhirnya Mobil yang kami tumpangi berhasil mengejar pesawat. Melalui jaringan komunikasi internal petugas, pesawat akhirnya bisa berhenti dan mereka menyiapkan tangga untuk saya naik pesawat. Sayapun akhirnya berhasil pesawat untuk pertama kalinya.

Eng ing eng... Saat masuk pesawat, seluruh mata tertuju padaku. Bukan karena saya Miss Indonesia atau bikin semua terpesona, akan tetapi mungkin karena mereka penasaran siapa orangnya yang bisa membuat pesawat yang sudah ready take off berhenti. Pejabatkah? Pengusaha? Orang penting? Selebriti atau .... Anak raja :p

Sorry, kalian semua salah. Karena ternyata orangnya malah masuk ke bagian kelas ekonomi. Mana ada orang kaya yang naik kelas ekonomi :p Entah apa yang ada dalam pikiran mereka saat itu, Mungkin antara penasaran, kesal, bengong, marah atau.... Apapunlah.Who knows :p

Drama tidak terhenti sampai di situ. Begitu sampai di kursi, petugas menanyakan boarding pass. Ketika bertanya pada teman saya, dia malah bilang tidak tau. OMG...  Panik dong saya. Muka si petugas udah hampir merah, begitupun saya. Rasanya seluruh mata seisi pesawat sudah menatap ke arah saya. Jika tatapan mata bisa menusuk, mungkin saat itu saya sekujur tubuh saya udah berlubang dimana-mana.

Setelah beberapa lama, akhirnya tanpa rasa bersalah, teman saya menunjukan boarding pass saya ke petugas. Si petugas cuma bisa geleng geleng kepala terus bilang" lain kali jangan begini ya mbak "
Rasanya mo jedotin pala ke tembok aja. Tembok busa tapinya :D

Setelah duduk manis di kursi, tiba saatnya take off, Dan si newbie kembali berulah. Gak tau caranya memasang safety belt. Bener-bener typical newbie dalam hal jadi penumpang pesawat. Akhirnya mbak mbak pramugari mengajarkan cara memasangnya.

Kalau inget kejadian itu sekarang rasanya mau ketawa ngakak aja. Setiap orang pasti pernah mengalami pengalaman pertama dalam suatu hal, tetapi mungkin kalau dalam hal naik pesawat, tidak banyak yang senorak Dan seheboh pengalaman pertama saya :D

Temans, bagaimana pengalaman pertama kamu naik pesawat?

Moral of the story :
1. Berangkat ke bandara jangan mepet, coz we never know what will happen on the road. Apalagi di Jakarta yang terkenal dengan traffic jamnya.
2. Packing yang bener, jangan sampe kejadian terbawa di kabin barang-barang yang tak boleh masuk kabin pesawat.
3. Sebelum masuk pesawat, Selalu bawa boarding pass, HP, kartu identitas n dompet anda sendiri. Jangan pernah dititipkan ke orang lain. Apalagi kalau orangnya punya kecenderungan terlalu cuek atau amnesia sementara :p
4. In case emergency seperti kejadian di atas, pasang muka memelas meyakinkan, sehingga petugas percaya dengan kata kata Kita
5. Siapin muka cadangan atau topeng, muka polos n innocent. Sehingga seperti apapun sikap penumpang lain ke kita, it wouldn't bring u down. Cool aja kalees..


Sekian


Ubud, 1 November 2015
Erry, di tengah kegalauan karena gagal finish 34 propinsi di Indonesia