Persepolis adalah sebuah ibu kota kuno dari Kekaisaran Persia, terletak 70 km timur laut Shiraz, Iran. Dalam bahasa Persia kuna, kota ini disebut Parsa. Persepolis adalah bentuknya dalam bahasa Yunani.
Perang, revolusi dan pertikaian internal adalah kata yang biasanya terkesan ‘seram’. Tetapi di dalam novel grafis ini, kita bisa tertawa sekaligus mengerenyitkan dahi. Lucu, apa adanya, sekaligus menyentuh. Penuturan yang unik dari seorang Marjane Satrapi berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri.
Revolusi telah berimbas pada semua orang di hampir seluruh aspek kehidupan. Pendidikan, gaya berpakaian, peraturan, dsb. Belum lagi revolusi usai, mereka harus dihadapkan lagi pada serangan dari negara tetangga mereka Irak. Bom, kematian dan dihantui ketakutan. Perang dan pertikaian internal telah menghancurkan sebuah kebudayaan besar yang telah ada sejak beribu tahun SM.
*******
Lucu, apa adanya sekaligus menyentuh. Itu point terbaik dari buku ini. Kalau masalah gambar, menurut pandangan pribadi saya agak unik (mendekati aneh). Mungkin karena saya sudah terlalu terbiasa melihat manga-manga japan yang tipikalnya jauh berbeda. He3x.. Tapi, tetep menarik buat di baca.
Sejarah jadi tidak terlihat rumit. Mudah dicerna
Buku yang saya baca adalah buku edisi bahasa Inggris (sudah ada yg terjemahannya blm ya??). penggunaan bahasa inggris yang cukup familiar, tidak banyak kosa kata ‘asing’. Jadi, saya yang bahasa inggrisnya pas-pasan saja, masih bisa mengerti isinya.
Akan tetapi, buat saya, ada beberapa ‘masalah’ dalam kisah ini.
Pertama : latar belakang keluarga Satrapi yang berasal dari keluarga berada, menengah atas dan berpendidikan. Jadi, dampak dan imbas perang tidak terlalu terasa bagi mereka. Bayangkan saja, ketika krisis melanda, mereka masih sempat-sempatnya berpesta pora. Jadi buat saya, pengalaman perang Marji kecil disini tidaklah setragis bocah-bocah lain yang kurang beruntung yang mengalami hal yang sama.
Kedua : saya menangkap adanya sinisme, sentimen dan justifikasi negative tertentu terhadap revolusi islam di iran ataupun terhadap agama itu sendiri yang hadir pada kisah ini. Hal itu bisa muncul karena sang penulis berasal dari keluarga yang cukup liberal dan terbuka. Ditambah lagi dengan pengalaman perang sang penulis di masa kecilnya. Bagaimanapun, ia adalah korban revolusi dan perang. Mau tidak mau, itu pasti akan mempengaruhi pola pikir, pandangan serta cara penulisannya. Hal itu bisa dimaklumi, karena walau bagaimanapun perang, revolusi, kekerasan dan kejadian yang menimpa seorang anak kecil akan terus terbawa hingga seseorang itu dewasa. Jadi, apa yang digambarkan dalam buku ini belum tentu sesuai dengan kondisi sebenarnya. Tanpa bermaksud mengatakan ini adalah sebuah kisah bohongan, akan tetapi saya akan bilang kisah ini tidak cukup untuk mewakili kondisi sebenarnya. Jadi kita tidak dapat menilai apa yang terjadi di sana saat itu hanya berdasarkan buku ini.
Karena kedua point di ataslah, saya hanya memberi tiga bintang untuk buku ini (5* - 2*).
Secara umum, ini adalah buku yang patut dibaca karena menghibur dan mudah dicerna.
Perang, revolusi dan pertikaian internal adalah kata yang biasanya terkesan ‘seram’. Tetapi di dalam novel grafis ini, kita bisa tertawa sekaligus mengerenyitkan dahi. Lucu, apa adanya, sekaligus menyentuh. Penuturan yang unik dari seorang Marjane Satrapi berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri.
Revolusi telah berimbas pada semua orang di hampir seluruh aspek kehidupan. Pendidikan, gaya berpakaian, peraturan, dsb. Belum lagi revolusi usai, mereka harus dihadapkan lagi pada serangan dari negara tetangga mereka Irak. Bom, kematian dan dihantui ketakutan. Perang dan pertikaian internal telah menghancurkan sebuah kebudayaan besar yang telah ada sejak beribu tahun SM.
*******
Lucu, apa adanya sekaligus menyentuh. Itu point terbaik dari buku ini. Kalau masalah gambar, menurut pandangan pribadi saya agak unik (mendekati aneh). Mungkin karena saya sudah terlalu terbiasa melihat manga-manga japan yang tipikalnya jauh berbeda. He3x.. Tapi, tetep menarik buat di baca.
Sejarah jadi tidak terlihat rumit. Mudah dicerna
Buku yang saya baca adalah buku edisi bahasa Inggris (sudah ada yg terjemahannya blm ya??). penggunaan bahasa inggris yang cukup familiar, tidak banyak kosa kata ‘asing’. Jadi, saya yang bahasa inggrisnya pas-pasan saja, masih bisa mengerti isinya.
Akan tetapi, buat saya, ada beberapa ‘masalah’ dalam kisah ini.
Pertama : latar belakang keluarga Satrapi yang berasal dari keluarga berada, menengah atas dan berpendidikan. Jadi, dampak dan imbas perang tidak terlalu terasa bagi mereka. Bayangkan saja, ketika krisis melanda, mereka masih sempat-sempatnya berpesta pora. Jadi buat saya, pengalaman perang Marji kecil disini tidaklah setragis bocah-bocah lain yang kurang beruntung yang mengalami hal yang sama.
Kedua : saya menangkap adanya sinisme, sentimen dan justifikasi negative tertentu terhadap revolusi islam di iran ataupun terhadap agama itu sendiri yang hadir pada kisah ini. Hal itu bisa muncul karena sang penulis berasal dari keluarga yang cukup liberal dan terbuka. Ditambah lagi dengan pengalaman perang sang penulis di masa kecilnya. Bagaimanapun, ia adalah korban revolusi dan perang. Mau tidak mau, itu pasti akan mempengaruhi pola pikir, pandangan serta cara penulisannya. Hal itu bisa dimaklumi, karena walau bagaimanapun perang, revolusi, kekerasan dan kejadian yang menimpa seorang anak kecil akan terus terbawa hingga seseorang itu dewasa. Jadi, apa yang digambarkan dalam buku ini belum tentu sesuai dengan kondisi sebenarnya. Tanpa bermaksud mengatakan ini adalah sebuah kisah bohongan, akan tetapi saya akan bilang kisah ini tidak cukup untuk mewakili kondisi sebenarnya. Jadi kita tidak dapat menilai apa yang terjadi di sana saat itu hanya berdasarkan buku ini.
Karena kedua point di ataslah, saya hanya memberi tiga bintang untuk buku ini (5* - 2*).
Secara umum, ini adalah buku yang patut dibaca karena menghibur dan mudah dicerna.
0 komentar:
Posting Komentar