Pages

Jumat, 10 September 2010

Curhat Di Hari Nan Fitri

Idhul Fitri, lebaran, hari raya. Itu adalah waktu saat kita bertemu dan bersilaturahmi dengan keluarga, teman-teman, tetangga dan handai taulan. Yah, walaupun sebenernya silaturahmi bisa kapan saja, tidak harus hanya saat hari raya. Tetapi, biasanya momen hari raya dijadikan sarana saling silaturahmi dan anjang sana.

Dan buat aku, hari raya artinya sama dengan bertemu keluarga besar, teman-teman, tetangga dan sebagainya. Juga waktu saat “pertanyaan itu” semakin gencar terlontar dari mulut hampir semua orang. Dengan nada dan intensitas berbeda. Mulai dari sekedar bertanya, ingin tahu, penasaran, menyindir, mencibir dan sebagainya. Ketika ucapan dan sapaan “apa kabar” berganti dengan “pertanyaan itu”. Seakan-akan “itu” adalah hal yang paling penting di dunia, menggantikan kabar dan apakah seseorang itu baik-baik saja, sehat atau tidak.

Beuh, cape dech… siap-siap saja aku harus tebel kuping, muka tembok dan pasang senyum malaikat. Serta menyiapkan sejuta alasan untuk memenuhi “keingintahuan” mereka. Jawaban sama yang terus berulang sama berulangnya dengan “pertanyaan itu”. Jadi setiap kali “pertanyaan itu” muncul, aku jadi seperti memutar ulang kaset sama yang terus diputar ulang. Dibarengi dengan senyum palsu dan kuping yang semakin tebal. Dan di saat yang sama, menahan mimik wajah agar tak terlihat marah, sedih ataupun kebingungan. Karena kalau seperti itu, itu I’ll looked like a pathetic or losers. And I hate a losers and pathetic person. Aku harus tegar, aku harus kuat. Sabar..sabar. Itu adalah sugesti yang terus terucap di dalam diri dan jadi rapalan mantera sehari-hari. Sesuau yang sejujurnya cukup melelahkan. Karena aku jadi seperti orang munafik, dan aku benci kemunafikan. Tetapi mau bagaimana lagi? ini semua atas nama harga diri :D

Padahal, rasanya ingin sekali kujawab “pertanyaan itu” dengan kalimat “mau tau aja sih? Ini urusan pribadi gue. Jangan suka ikut campur urusan orang dech”. Atau ingin juga kubalas dengan “sindiran” halus kepada mereka. tapi..yah, ini adalah hari raya. Masa baru bermaafan, aku udah menambah salah sama orang? :P Tabah..tabah…sabar..sabar…

"marriage is important, but not the most important. the most important is how we could enjoy our life n thx to the God for everything. if 'that right time' came, to be together in a marriage with 'the right one' with full of respect, trust, support n love each others just the way they are is the most important." (jawaban... buat semua orang yang selalu mempertanyakan hal sama yang membosankan dan lama-lama mnyebalkan)

Sebenernya ya… aku gak mau terlalu ambil pusing soal “itu” karena aku tau kalau semua pasti ada hikmah dan tujuannya. Dan Tuhan tahu yang terbaik buat aku. Termasuk kapan dan dengan siapa 'kan kujawab “pertanyaan itu”. Termasuk juga saat aku harus mengijinkan adik laki-lakiku mendahuluiku untuk “itu”. Itu bukanlah sebuah masalah besar buat aku. toh, setiap orang punya waktu, nasib dan takdirnya sendiri kan? Tetapi tetap saja, aku hanyalah seorang manusia biasa. Seorang perempuan biasa. Aku bukanlah dewa, malaikat, raja ataupun bidadari surga. Aku punya keterbatasan, termasuk keterbatasan kesabaran. Ketika “pertanyaan itu” terus menerus berdenging seperti lebah yang ribut atau lalat yang berebutan bangkai. Tetap saja, aku “merasa terhantam”. Jadi mellow.. jadi sedih.

Tuhan, aku mohon pada-Mu, bantu dan kuatkan imanku. Tabahkan hatiku. Jadikan aku ke dalam golongan hamba-Mu yang sabar, ikhlas dan selalu berserah diri atas semua ketetapan-Mu. Amin….

Jakarta, 10 September 2010

0 komentar:

Posting Komentar