Suasana di rumahku sore itu hiruk pikuk oleh para wartawan, keluarga, tetangga, dan para petugas kepolisian yang lalu lalang. Sesekali mereka mengajukan beberapa pertanyaan padaku yang hanya bisa kujawab dengan ratapan dan tangis kesedihan. Pagi ini, suamiku tercinta ditemukan tewas mengenaskan di sebuah hotel mewah. Menurut info kepolisian, semalam ia check-in di hotel tersebut bersama seorang wanita cantik berambut merah yang hingga kini masih belum diketahui keberadaannya.
Sesekali beberapa orang kerabat mencoba menghiburku, menabahkan hatiku. Aku harus menerima kenyataan pahit kalau suamiku tersayang Andhika Soetedja telah tiada lagi di dunia ini. Dan aku – Ayudhya Soetedja haruslah menjadi janda.
Setelah kerumunan dan keramaian mereda. Tinggalah aku sendiri di rumah ini. Rumah yang telah bersama kami huni selama hampir sepuluh tahun ini. Dan kini setelah suamiku tiada, hanya tinggal aku seorang diri di sini. Kukunci pintu kamar kami. Aku ingin menyendiri.
Kilatan memori itu datang lagi. Seperti tumpukan foto dan film yang tumpang tindih. Dimulai dari belasan tahun silam ketika kami pertama kali bertemu hingga peristiwa semalam. Perlahan, kukeluarkan sebuah kantong plastik hitam yang sedari tadi kukubur di halaman. Dari dalamnya, kukeluarkan sebuah wig rambut merah menyala dan sebilah pisau tajam yang masih berlumuran darah.
Kutatap bayanganku di cermin. Nampak sesosok perempuan cantik berambut merah dengan senyum dingin menghiasi wajahnya.
"Kalau si naif Ayudhya tidak bisa melakukannya, aku bisa!"
Kamis, 21 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar