Pages

Minggu, 10 Oktober 2010

Tak Sempurna. I’m Not a Wonder Woman


Aku tak tahu, entah kenapa banyak orang yang mengira aku adalah seorang ‘wonder woman”. Seorang perempuan tegar, mandiri dan “super”. Tanpa bermaksud menyombong, hanya bermaksud sedikit narsis (sama aja ya :P ), entah sudah berapa kali aku mendengar pernyataan itu dari orang-orang di sekitarku. Aku hanya tertawa sendiri mendengarnya. Sangat lucu terdengarnya. Haloo.. I’m not wonder woman, but supergirl  hagh hagh hagh :D

Salut, kagum dan sejenisnya. Memang itu adalah hal yang baik ketika kita dikagumi orang. Itu berarti kita punya sesuatu hal yang baik. Dan berarti kita punya setidaknya satu kelebihan. Tetapi apa yang terjadi ketika kelebihan itu menjadi terlalu berlebihan atau malah dimanfaatkan pihak lain? Akan menjadi tidak baik.

Satu-satunya hal yang aku miliki dan aku banggakan saat duduk di bangku sekilah dari SD hingga SMA adalah otak dan prestasi. Bukan bermaksud sombong lagi, tetapi karena aku tidak punya apa-apa selain itu. Aku tidak punya kelebihan lain apapun saat itu. Selain barisan angka sembilan di raport dan juara kelas di sekolahku, aku tak punya apa-apa. 

Aku tidak cantik, tidak supel, tidak punya keahlian seni ataupun olahraga. Aku juga tidak terlahir dari keluarga kaya raya. Hanya otak dan prestasi yang membuat aku tetap “ada”. Walaupun karena itu aku harus berkali mendapati kalau diriku hanya dimanfaatkan oleh beberapa orang dan pihak. Mereka hanya ingin mengagumiku, dan bahkan ada yang memanfaatkanku. Mereka mendekati aku hanya karena ingin mencontek dariku. Mereka menjadi temanku hanya karena agar aku mau mengajari mereka sesuatu. Dan bahkan, ada anak lelaki teman sekelas yang melakukan PDKT padaku hanya karena agar aku mau memberikan contekan tanpa batas, mengerjakan PRnya ataupun mengajarinya beberapa materi pelajaran sekolah. Dan itu semua cukup membuatku sakit. Memang, tidak semua orang bersikap seperti itu padaku. Masa-masa sekolahku memang tidak sampai sedramatis kisah-kisah sinetron yang penuh dengan “bullying” yang dibuat-buat. Aku masih punya beberapa orang teman yang menerima aku sebagai aku, bukan karena hal lain. Tetapi, tetap saja hal itu cukup memberikan “bekas” pada diriku Belum lagi ketika aku pernah menjadi bahan taruhan rekan-rekan sekerjaku hanya karena hal yang sama dan itu menarik rasa penasaran mereka. Aku jadi  bersikap skeptis dan tak mudah percaya. Dan aku jadi tak suka mendengar kata “kagum”.

Ketika seseorang mengatakan kalau ia mengagumiku. Aku hanya akan tertawa, menertawakan diriku sendiri dan juga dia. Mau tau kenapa? Karena aku cukup pandai menutupi kekuranganku atau ia yang tidak bisa melihatnya? Ha3x..entahlah. Jadi, ketika seorang “teman dekat” mengatakan kalau ia lebih kepada mengagumiku, aku merasa seperti disodori petasan di tengah hari.

Dia berkata “ Aku menyukaimu karena sifatmu yang ceria. Menjadi semangat yang menyala di dalam hati ini”

Tapi kemudian aku bertanya. "Bila keceriaan itu kelam dirundung duka. Seberapa muram dirimu kan ada?"

Dia berkata” Aku menyukaimu karena ramah hatimu. Memberi kehangatan dalam setiap sapaanmu. “

Tapi kemudian aku bertanya. "Kiranya keramahan itu tertutup kabut prasangka. Seberapa mampu dirimu memendam praduga?"

Dia berkata “Aku menyukaimu karena cerdasnya dirimu. “

Tapi kemudian aku bertanya. "Ketika kecerdasan itu berangsur hilang menua. Seberapa bijak dirimu 'tuk tetap mengharapkanku?"

Dia berkata “Aku menyukaimu karena kemandirian yang kau miliki.”

Tapi kemudian aku bertanya. "Jika di tengah itu tiba-tiba aku menjadi manja. Seberapa keinginanmu 'tuk tetap bersamaku?"

Dia berkata  “Aku menyukaimu karena tegarnya sikapmu. Menambatkan rasa kagum pada kokohnya pertahananmu. “

Tapi kemudian aku bertanya. "Andai ketegaran itu rapuh diterpa badai. Seberapa kuat dirimu akan bertahan?"

Dia berkata  “Aku menyukaimu karena pengertian yang kau berikan. Menumbuhkan ketenangan karena kepercayaan yang kau tanam.”

Tetapi kemudian aku bertanya. "Kelak pengertian itu tertelan oleh ego sesaat. Sampai seberapa kau akan mampu mengerti aku dan cintaku ini?"

Aku tidak butuh dicintai hanya karena kemandirian, pengertian, ketegaran dan kecerdasanku. Karena itu bukan cinta, tetapi hanyalah kekaguman belaka. Dan aku tidak butuh dikagumi! Aku sadar, aku bukan manusia sempurna. masih banyak hal kekurangan yang aku punya. Aku ceroboh, childish, pelupa, gak teratur, dan entah berapa banyak lagi “cacat” yang aku punya. Dalam pandanganku, kekaguman hanya berarti menerima kelebihan. Lantas bagaimana dengan kekuranganku yang sangat banyak jumlahnya itu? Kalau semua hal yang dikagumi itu sirna, apa lagi yang tersisa?

Aku tidak butuh dikagumi atau bahkan dikasihani. Aku tidak butuh penambah jumlah pengagum karena aku sudah punya cukup banyak pengagum hingga detik ini (narsis mode on :P). Aku hanya ingin dicintai, dengan diriku apa adanya. Dengan semua kelebihan dan kurangan yang aku punya. Bukan kagum, hanya cinta. Itu saja.

“Tak ada sesuatupun di dunia ini yang sempurna. Tak ada persahabatan yang sempurna. tak ada cinta yang sempurna. pun tak ada orang yang sempurna. Yang terpenting adalah bagaimana kita menerima, menyayangi dan mencintai sesuatu atau seseorang yang tak sempurna  dengan cara yang sempurna”

For my “soulmate” – yang aku masih tak tahu ada dimana –

Juga untuk seorang yang pernah menjadi “teman dekat” yang ternyata hanyalah pengagum saja
Juga buat semua sahabat-sahabat yang telah menerima aku apa adanya. Terimakasih banyak temans, karena kalian hidupku jadi lebih bermakna dan berwarna

Balikpapan, 10 Oktober 2010

2 komentar:

No longer valid mengatakan...

Blog yang bagus, penulisan yang crunchy, penghidangan yang mengundang selera. Sejujurnya abah gak pernah bisa menulis semeriah begini. Teruskan menulis ya neng. Apapun kata orang dalam memaknainya. Klo abah mah cuma sekedar bertanya, kok kayaknya lagi serba gamang ya. Apa kaki dan tangan sering terasa dingin?

erry mengatakan...

makasih abah. jadi semangat ^^

Posting Komentar